Oleh: Dahlan Iskan
TERBIT lagi kaus oblong seri kedua: “NU Kultural Wajib Ber-PKB, NU Struktural Sakkarepmu”.
Yang memproduksi sama: Kiai ”kaos oblong” Imam Jazuli. Ia kiai besar dari Cirebon. Pengasuh pondok pesantren Bina Insan Mulia (Bima) yang terkenal itu. Yang kalau menerima tamu hampir selalu pakai kaus oblong putih. Digandengkan dengan bawahan sarung.
Kiai Jazuli tentu NU. Ia lulusan pesantren ”bintang sembilan” Lirboyo Kediri. Ia meraih gelar doktor di Al-Azhar, Kairo, Mesir. Waktu kuliah di sana Kiai Jazuli mendirikan PDI-Perjuangan. Cabang Mesir. Ia jadi ketuanya.
Baca Juga:Airlangga: Halal Bihalal Momentum Kesiapan Kemenangan Pemilu 2024Hilmikom Berikan Layanan Terbaik
Kini Kiai Jazuli menjadi tokoh utama untuk membesarkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Logikanya: warga NU itu berjumlah 90 juta. “Masak partai NU kalah besar dari PKS. Malu-maluin NU saja,” begitu ia sering mengatakan.
Kaus edisi kedua ini lebih menohok. Ada unsur menyerang tapi juga penuh kepasrahan. Terutama tetap khas NU: santai dan humoris. Di oblong edisi pertama hanya ditulis “Warga NU Wajib Ber-PKB”. Di edisi kedua, ”warga NU” itu ia bagi dua: NU yang kultural dan NU yang struktural.
Oblong kali ini lebih merangkul ke NU yang kultural. Yang jumlahnya lebih besar. Yang disasar adalah NU struktural. Yang jumlahnya dinilai hanya 5 persen dari yang kultural.
Apakah intensitas Kiai Jazuli menjadi ”panglima perang” PKB ini tidak akan merugikan reputasi pesantren yang ia pimpin?
“Saya ikhlas. Saya tidak takut. Terserah pada Allah. Saya terima segala risikonya,” ujarnya.
Saya meneleponnya dua hari lalu. Semula ingin minta kaus itu. Tapi kok minta-minta. Kan bisa mencetak sendiri. Toh tidak akan digugat melanggar hak paten.
“Insya Allah tidak sampai berpengaruh ke pesantren saya,” ujar Kiai Jazuli. “Yang penting PKB harus kuat. Harus bisa menjadi partai tiga terbesar,” ujarnya.
Baca Juga:Perluas Jaringan Global, BNI Ekspansi ke Negeri Kincir AnginPengamat: Sosok Airlangga Bisa Tarik Nasdem Gabung Koalisi Indonesia Bersatu
“Dengan demikian bisa mengusung calon presidennya sendiri. Bukan hanya melulu menunggu dilamar untuk jabatan wapres,” tambahnya.
Pesantren Bima memang sudah besar. Bermutu tinggi. Orientasinya: lulusan Bima harus bisa diterima di universitas di luar negeri.
Tidak mudah bisa masuk pesantren Bima. “Sekarang sudah harus inden dua tahun,” kata Kiai Jazuli. Berarti sejak masih kelas 1 SMP (akhir) sudah harus membayar untuk bisa mendaftar masuk SMA Bima.