sumedang, KOTA – Mahasiswa yang tergabung dalam ‘Koalisi Mahasiswa Sumedang’ mengeluarkan pernyataan sikap terkait draft Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada 4 Juli 2022 lalu.
Menurut mahasiswa, pembahasan RKUHP yang hingga saat ini masih mengalami permasalahan, baik secara formil maupun materil, perlu ditinjau kembali sebelum disahkan DPR RI.
Apabila RKUHP ini disahkan tanpa adanya perbaikan, maka pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP akan berdampak langsung terhadap kegiatan masyarakat secara luas. Karena, RKUHP salah satu dasar hukum pidana di Indonesia.
Baca Juga:Peringatan 1 Muharram MeriahKapolres: UMKM Expo Tumbuhkan Ekonomi
Dengan demikian, diperlukannya perbaikan terhadap substansi pasal-pasal yang bermasalah tersebut. Selain otu, tujuan perumusan RKUHP sebagai rekodifikasi hukum pidana nasional dengan misi dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, serta adaptasi hukum pidana belum sepenuhnya terwujud akibat hadirnya rumusan pasal-pasal bermasalah di dalamnya,” ujar Koordinator Koalisi Mahasiswa Sumedang Ridwan Marwansyah kepada Sumeks melalui laporan tertulisnya, Minggu (31/7).
Dikatakan, pasal bermasalah pertama ialah Pasal 256 RKUHP tentang Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa, atau Demonstrasi.
“Pasal tersebut menjadi permasalahan karena penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi. Pasal tersebut mengancam kebebasan berpendapat setiap warga negara karena terdapat rezim perizinan ketika hendak melakukan penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi. Frasa ‘kepentingan umum’, ‘menimbulkan keonaran’ serta ‘huru-hara dalam masyarakat’ yang tidak memiliki parameter konkret. Dan, ancaman pidana penjara yang terdapat dalam rumusan pasal ini,” jelasnya.
Maka dari itu, kata dia, Pasal 256 RKUHP harus dihapuskan dari draf RKUHP sebagai upaya melindungi kebebasan berpendapat setiap warga negara yang sudah dijamin oleh konstitusi.
Kedua, kata dia, Pasal 218, 219, dan Pasal 220 RKUHP tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden atau Wakil Presiden.
Dikatakan, sesuai dengan keputusan yang telah dikeluarkan oleh MK, pasal penghinaan presiden atau wakil presiden dinilai bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum.
“Persamaan di hadapan hukum merupakan suatu asas yang bertujuan untuk menjamin kesetaraan dalam hukum terhadap setiap individu tanpa adanya keistimewaan atau pengecualian,” jelasnya.