Sebagai bagian dari inisiatif terbarunya, Tamara mengatakan perusahaannya bekerja-sama dengan Deloitte Indonesia, untuk mengubah sampah plastik menjadi produk daur ulang seperti tas laptop.
Dalam sebuah wawancara, Tamara berbicara tentang kesulitan yang dihadapi para pengungsi di Indonesia, bagaimana Liberty Society menjaga kesejahteraan mereka, dan bagaimana latar belakangnya di dunia kontes kecantikan telah membantu kariernya.
“Delapan puluh persen pengungsi di Indonesia berasal dari Afganistan. Sekitar 40 persen adalah anak-anak dan setengahnya adalah usia produktif. Kami biasanya bekerja dengan mereka yang menjadi pengungsi, bukan pencari suaka. Mereka memiliki stempel persetujuan dari UNHCR untuk berada di negara ini.” ujarnya.
Baca Juga:BPR Dapat Mempercepat Inklusi Keuangan di Asia Tenggara, Begini Caranya!Codashop Higgs Domino, Tempat Top Up Chip yang Lebih Murah dari Unipin, Itemku dan E-commerce?
Liberty Society memeriksa latar belakang para pengungsi melalui organisasi mitra, yaitu Pusat Pembelajaran. Pengungsi yang mereka pekerjakan harus mau bekerja, aktif di masyarakat dan berperilaku baik, sehingga terciptanya akuntabilitas.
“Kami bermitra dengan UNHCR untuk memberikan pelatihan dan kesempatan kerja bagi para pengungsi. Selain kami, di Indonesia tidak ada alternatif lain bagi mereka untuk mendapatkan kesempatan seperti ini. Mereka biasanya mendapatkan pekerjaan digital di tempat lain. Namun, 90 persen komunitas pengungsi tidak dapat memperoleh penghasilan apa pun. Mereka hanya menerima sumbangan dari badan amal.” ucapnya.
Kebanyakan dari pengungsi adalah para pencari nafkah tunggal bagi keluarganya. Dengan bekerja bersama Liberty Society, mereka memiliki penghasilan untuk membayar kebutuhan pokok keluarganya, atau menabung untuk pergi ke negara selanjutnya. Mereka juga dapat mengirim uang tersebut kembali ke negara asalnya.***