sumedangekspres – Kabar hari ini mengenai Komitmen Menurunkan Stunting Jabar
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja, mengungkap berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Jabar mencapai 20,2 persen pada 2022. Angka tersebut menurun 4,3 poin dari tahun sebelumnya, yang mana pada 2021 prevalensi balita stunting 24,5 persen.
“Angka ini lebih rendah dibanding nasional,” ujar Setiawan Wangsaatmaja saat Rapat Teknis Persiapan Percepatan Penurunan Stunting melalui SPBE, yang diikuti secara virtual dari Mesjid Raya Al Jabar (MRAJ), Jumat (17/2/2023).
Diketahui, secara nasional, prevalensi stunting tahun ini, turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022.
Baca Juga:Jabar Raih Investasi Tertinggi NasionalDi Jabar PNS Anak Stunting Jadi Anak Asuh
“Saya pikir ini penurunan sesuatu kabar yang baik bagi kita. Namun kami juga masih ingin melihat kualitas dari angka penurunan ini,” kata Setiawan.
Setiawan lalu mengungkap bahwa dalam digitalisasi upaya penurunan stunting juga, harus ada beberapa hal yang betul- betul diperhatikan.
Pertama, data. Kedua metodologi, mulai dari keseragaman cara penimbangan badan, pengukuran tinggi badan, dan lain sebagainya. Setelah semuanya baik maka disitu intervensi teknologi untuk membebaskan genasi penerus dari ancaman stunting dilakukan.
Sekda berharap di samping angka prevalensi turun, maka penurunan itu harus benar -benar berkualitas. “Kita punya target, saat ini kita sudah mencapai 20,2 persen di tahun 2022. Di 2023 ingin menurunkan kembali di 19,2 persen,” sebut Setiawan.
“Kita semua bahu- membahu untuk mencapai target ini,” tambahnya.
Pun Jabar yang kerap disebut seperlima jumlah penduduk Indonesia maka punya populasi balita cukup besar. Apalagi kalau Jabar bisa menurunkan stunting secara signifikan, maka tentu prevalensi di tingkat nasional juga menurun signifikan.
“Jangan dibiarkan balita kita terlanjur stunting,” ujar Setiawan.
Untuk itu, kata Sekda, anak harus diberikan protein hewani, yang mana ini sangat berarti meningkatkan daya tahan balita.
“Bahkan sebelum ibu menikah, itu harus kita cek dulu kalau seumpamanya calon ibu kurang darah harus diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) dulu,” ucapnya.
Baca Juga:5 Aplikasi Penghasil Uang yang Membuatmu Kaya Dalam 1 MingguMau Klaim Saldo DANA Rp 100 Ribu Perhari Terbukti Membayar? Tinggal Klik Tiap Harinya!
Tak hanya itu, angka pernikahan dini pada usia 15- 19 tahun pun perlu ditekan sedemikian rupa. Dengan begitu calon ibu melahirkan anak di atas usia 20 tahun. Sehingga lebih siap dan dapat mengurangi hal-hal gejala gagal tumbuh.