sumedangekspres – Platform Tiktok baru-baru ini mengalami pelarangan di Amerika Serikat. Presiden Joe Biden telah menandatangani undang-undang yang mencakup ketentuan pelarangan aplikasi dari ponsel dan komputer, sebagaimana yang telah dirilis oleh lembaga federal.
Platform Tiktok juga dilarang di negara-negara bagian AS seperti Alabama, Maryland, New Hampshire, Texas, dan Virginia. Demikian pula, banyak universitas seperti Auburn, University of Georgia, Boise State, University of Iowa, University of Oklahoma, dan University of Texas telah melarang aplikasi tersebut di ponsel yang dikeluarkan universitas dan dari jaringan Wi-Fi kampus.
Alasan dari pelarangan Tiktok ini adalah untuk memperingatkan algoritme aplikasi yang diduga keras telah memperkuat misinformasi dan disinformasi. Selain itu, Tiktok juga dinilai telah mendistorsi wacana sosial, dan mengkompromikan informasi rahasia yang menyangkut keamanan nasional.
Baca Juga:Pakar Pendidikan UGM Mendiskusikan Peran Orang Tua Dalam Membangun Karakter Anak Sebanyak 545 Tenaga Kerja Mengisi Hunian Pekerja Konstruksi di IKN
Alasan lainnya di balik kekhawatiran tersebut ialah kecurigaan pemerintah AS terhadap aplikasi yang dijalankan oleh ByteDance, yakni perusahaan milik China. Penggunaan TikTok menimbulkan ketakutan luas tentang risiko keamanan nasional, berbagi informasi rahasia dengan pejabat asing, serta perlindungan privasi.
Lebih jauh lagi, perusahaan-perusahaan China pasti memerlukan pengawasan yang mendetail terhadap para pengguna aplikasinya. Mengingat, langkah pemerintah China menuju kontrol ketat terhadap populasinya sendiri dan pengawasan terhadap orang-orang di negara lain.
Tetapi orang Amerika harus ingat bahwa hubungan TikTok dengan China jauh dari anomali di pasar. Banyak perusahaan AS memproduksi di China atau mengandalkan komponen yang dikembangkan di China.
TikTok sebelumnya telah mencoba untuk mengatasi masalah keamanan melalui berbagai pendekatan, seperti memindahkan data dari pengguna Amerika ke server yang bertempat di Amerika Serikat. Tetapi, langkah-langkah ini tidak banyak menghilangkan kekhawatiran, terutama ketika bukti terungkap bahwa data pengguna AS telah dibagikan pada sejumlah karyawan perusahaan China, dan telah dimanfaatkan oleh pengembang aplikasi keylogging.
Tahun lalu, misalnya, seorang peneliti berpendapat bahwa browser dalam aplikasi TikTok menyertakan kemampuan pelacakan, yang memungkinkan mereka mengetahui apa yang diketik pengguna di dalam aplikasi itu, seperti kata sandi atau informasi kartu kredit. Sekarang, perusahaan mengusulkan pendekatan yang lebih komprehensif yang dikenal sebagai Project Texas, di mana semua data dari pengguna yang berbasis di AS akan disimpan di server domestik yang dimiliki oleh perusahaan perangkat lunak Amerika, Oracle.