sumedangekspres – Sistem Ekonomi Suku Badui Seperti yang terjadi selama ratusan tahun, sumber pendapatan utama masyarakat Kanekes adalah bercocok tanam padi. Selain itu, mereka mendapatkan penghasilan tambahan dengan menjual buah-buahan hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.
Masyarakat Kanekes yang sampai saat ini sangat memegang teguh adat dan tradisi, bukanlah masyarakat yang terasing, jauh atau terasing dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan orang Kanekes ke dalam wilayahnya tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda ketaatan/penghargaan kepada penguasa, warga Kanekes secara rutin melakukan Sebaa di depan Kesultanan Banten (Garna, 1993).
Hingga saat ini upacara Seba dilaksanakan setahun sekali saat hasil panen (padi, hasil bumi, buah-buahan) diserahkan kepada gubernur Banten (bekas gubernur Jawa Barat) oleh penguasa Lebak di kota Rangkasbitung.
Baca Juga:Asal Usul Dan Sejarah Suku BaduiSD Arrafi BHS Sumedang Gelar Assembly 2023
Di bidang pertanian, warga Kanekes Luari banyak berinteraksi dengan dunia luar, misalnya dengan menyewa tanah dan tenaga kerja. Secara historis, rupee standar digunakan untuk transaksi pertukaran.
Orang Kanekes menjual buah, madu dan gula kawung/aren melalui tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi di pasar sendiri. Pasar Kanekes berada di luar wilayah Kanekes, seperti pasar Kroya, Cibengkung dan Ciboleger.
Saat ini jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke kawasan Kanekes meningkat menjadi ratusan orang per kunjungan, biasanya anak sekolah, pelajar dan juga pengunjung dewasa lainnya. Mereka bahkan menerima pengunjung tersebut untuk satu malam, asalkan pengunjung tersebut mengikuti adat yang berlaku di sana.
Aturan adat tersebut antara lain dilarang memotret, tidak boleh menggunakan sabun, tidak boleh keramas, tidak boleh menyikat gigi dengan pasta gigi di sungai dan tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Kanekes Dalam. Namun kawasan Kanekes masih tertutup bagi warga negara asing (non-WNI). Beberapa jurnalis asing yang mencoba masuk ke negara itu sejauh ini ditolak masuk.
Ketika tidak banyak yang bisa dilakukan di ladang, orang Kanekeser juga senang melakukan perjalanan ke kota-kota besar di daerah tersebut, asalkan mereka harus berjalan kaki.