Dengan pergantian kekuasaan ke dalam tangan Orde Baru, semula harapan akan negeri ini menjadi stabil dan tumbuh normal dalam perekonomian memberi harapan besar.
Namun lambat laun, negeri ini menjadi Negeri Supersemar dengan segala eksesnya, bahwa siapa saja yang mengkritik pemerintah, dapat dianggap anti-Pancasila dan terhadapnya dapat diambil “tindakan yang dianggap perlu”. Media massa yang terlalu kritis dan dinilai mengganggu stabilitas nasional, terhadapnya “diambil tindakan yang perlu”, dibreidel misalnya.
Setelah 32 tahun kemudian, karena terlalu lama berkuasa, dalil Lord Acton berlaku,”Power Tends to Corrupt, Absolut Power Corrupts Absolutely”. Suharto dipaksa oleh keadaan mengundurkan diri dari jabatan Presiden karena terdesak oleh demonstrasi besar-besaran mahasiswa Angkatan 1998 dengan dukungan logistik dari masyarakat luas, dengan menduduki Parlemen. Sejarah Indonesia kemudian membuka lembaran baru: era Reformasi.
Baca Juga:Sejarah Islam Masuk Di IndonesiaSejarah Cengkeh Dijadikan Roko Di indonesia
Pasca Reformasi 1998, saat keran kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat di muka umum dibuka oleh Presiden Habibie, semua warisan Orde Baru digugat karena dianggap merupakan kebohongan.
Reaksi emosional semacam ini wajar karena sekian lama pendapat lain di luar pendapat pemerintah, ditekan. Pilar-pilar Negara seperti: Pancasila dan P-4, GBHN, Hari Kesaktian Pancasila, Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), lalu dicampakkan Tak terkecuali Film Pengkhianatan G.30S/PKI.