sumedangekspres – Sejarah Pusat Kota Subang Jaman Belanda Pada tahun 1812, di bawah kekuasaan Inggris, pemerintah Inggris yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford menjual tanah Raffles untuk mengatasi krisis ekonomi.
Muntinghe dan J. Shrapnell membeli tanah tersebut pada tahun 1812 dan mendaftarkannya sebagai Pamanoeka dan Tjiasemlande (Tanah PnT), sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Subang.
Namun, Muntinghe kemudian menjual tanahnya kepada J. Shrapnell dan Skelton. Pada tahun 1840 tanah tersebut kemudian dijual kembali kepada Hofland bersaudara hingga tahun 1858 ketika Peter Wilhelm Hofland menguasai seluruh tanah berdasarkan peraturan pemerintah (Reglement Reglement).
Baca Juga:Sejarah Subang Jaman Kolonial BelandaSejarah Subang Dari Jaman Kerajaan
Pada masa Hofland, P n T Land berkembang menjadi perusahaan perkebunan yang semakin maju. Pusat Subang saat ini menjadi pusat perkantoran perusahaan perkebunan dan kemudian menjadi pusat administrasi.
Sejarah Pusat Kota Subang Dari peta lama terlihat bahwa di pusat Subang terdapat kantor pusat perkebunan (dulu Subang Plaza Hotel), rumah sakit (sekarang RS PTPN), kantor pos (masih sama), dan kantor perencanaan (sekarang Satpol PP), kantor Wedana (sekarang DPMPTSP), sekolah Eropa (SMPN 1 Subang) dan sekolah dasar dan masih banyak lagi. (Dengarkan peta lama Subang dari era negara PnT).
Dahulu dikenal sebagai Company Club atau Societiet, Wisma Karya merupakan tempat hiburan pada masa kolonial.
Pekarangannya ditumbuhi rerumputan hijau yang luas. Sepeninggal PW Hofland, didirikan patung PW Hofland sebagai rasa syukur langsung di depan gedung (sekarang perlintasan Wisma Karya). Sedangkan Alun-alun Subang merupakan lapangan golf pada masa itu.
Sejarah Pusat Kota Subang Di sisi utara alun-alun pada waktu itu adalah Rumah Perwakilan (Besar), kediaman Hofland dan keturunannya, menghadap ke pegunungan Subang Selatan.
Di sisi selatan alun-alun terdapat atelier atau pusat bengkel perkebunan. Maka dimulailah kereta truk. Kereta api ini menghubungkan kota Subang – Pamanuka – Sukamandi – Purwadadi, jadi sekitar 70 km. Sayang sekali hanya tersisa segelintir bangunan di tengah Subang yang sebagian besar sudah hancur dan sisanya menunggu runtuh.