sumedangekspres – Saat kita melangkah melintasi jembatan Ring-Cin yang berusia lebih dari seratus tahun, kita diajak untuk menapaki garis waktu yang membawa kita pada jalur sejarah yang terbentang hingga saat ini.
Jembatan berjuluk Cin-Cin ini, nama yang ditorehkan dalam kerangka waktu, menceritakan kisah istimewa di antara perbukitan Jawa Barat.
Membentang di sepanjang Jalan Cikuda Jalan Nanggerang No. 14, Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, jembatan ini tak hanya terbungkus beton dan besi, namun mengandung nilai-nilai masa lalu yang mengharukan.
Baca Juga:Wisata Sejarah Sumedang Benteng Palasari SumedangFilm Blue Beetle Tayang Perdana, Ini Jadwal Tayang di 17 Bioskop salah Satunya Ada di Thee Matic Mall XXI yang Berada di Bandung!
Sejak zaman dahulu, jembatan ini menjadi saksi bisu perjalanan para pekerja perkebunan melintasi rel kereta api sambil membawa hasil bumi yang subur.
Perusahaan kereta api Belanda membangun jembatan ini pada tahun 1918, menghubungkan dua tepian sungai yang dipisahkan oleh waktu.
Namun, di antara tiang-tiang jembatan ini tidak hanya benda mati saja.
Kabarnya, Cin-Cin dulunya merupakan jalur kereta api yang membentang dari Tanjungsari hingga Rancaekek.
Deru mesin dan kereta yang berputar menyerupai ritme sejarah, yang konon berasal dari tahun 1942.
Namun, jejak pelayaran masih tertinggal dalam suara angin yang berbisik di jembatan.
Namun, keindahan tempat ini tidak hanya tinggal kenangan. Dari puncak Ring-Cin, pemandangan yang mempesona menyambut semua mata.
Kecantikan memanjakan jiwa, mengungkap panorama yang tak tertandingi.
Baca Juga:5 Agustus Berapa Hijrah? Berikut Menurut Kalender Islam2 Episode Terbaik Serial Kartun Upin dan Ipin Tadika Mesra
Jika mata kita tertuju pada trek, sawah akan memainkan tarian biru yang merdu.
Komplek pemakaman dengan ratusan kenangan, meski seakan berjauhan, tetapi dalam pandangan kita menjadi satu dalam keindahan yang harmonis.
Tidak hanya itu, kompleks bangunan kampus Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD pun tampak mengangkat ceritanya sendiri di cakrawala pandangan.
Satu sisi menyaksikan peradaban yang mengalun dalam dinding-dinding bangunan, sementara sisi lainnya meresapi keheningan dan kenangan yang tertanam dalam makam. Semua menyatu dalam panorama yang mengundang kita untuk sejenak melupakan waktu.
Bagi para pencinta fotografi, jembatan ini adalah panggung sempurna.
Dalam sekejap, lensa kamera akan menangkap tak hanya keindahan visual, melainkan juga suara gemuruh kereta yang kini telah terhenti.
Sebuah penghormatan terhadap mereka yang mengukir jejak di tanah ini, para pekerja perkebunan yang menjadi pionir dalam narasi sejarah.