sumedangekspres – Terikat dengan langit biru, Jakarta dan sekitarnya kini menyaksikan ledakan besar polusi udara.
Dalam Shattered Harmony, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat melindungi diri dengan senjata sederhana masker.
Sebuah langkah kecil namun berdampak besar, melindungi nafas dan menjaga kesehatan.
Baca Juga:Wajib Kamu Kunjungi Saat Berlibur Kesumedang, Rekomendasi Tempat Wisata Hits di SumedangRekomendasi Tempat Camp di Sumedang, Cocok Untuk Menjadi Tempat Tujuan Berlibur Dengan Keluarga Selanjutnya!
Namun, masker bukan sekadar kain penutup wajah. Rahasia mikropartikel, hanya masker medis yang mampu menahan arus polutan.
Baik KF94 maupun KN95 memiliki kapasitas menjebak partikel geser sebesar 2,5 dalam permainan angin.
Tidak ada lekukan atau bukaan bagi isian mikroskopis ini untuk menembus dentin, karena bahaya sekecil apa pun bisa langsung masuk ke pembuluh darah.
Dan yang termuda di antara kita? Menkes sangat menekankan perlunya tameng bagi mereka yang masih menari di angkasa sebelum usia 5 tahun.
Anak-anak dengan nafas segar juga berisiko. Polusi mampu menjangkau kelompok yang paling rentan, dengan penyakit pernafasan sebagai ancaman yang mengintai di balik kabut.
Kenyataan pahit menghadang kita. BPJS Kesehatan, pelindung banyak jiwa, terpaksa mengeluarkan miliaran dong untuk memerangi penyakit yang diakibatkan oleh polusi.
Angka yang tiada tara, Rp 10.000 miliar ini, merupakan buah dari rasa tanggung jawab kita yang tiada batasnya.
Baca Juga:Berikut Perpaduan Baju Hitam yang Cocok dengan Jilbab Mix dan MacthManfaat dan Kandungan Buah Kawista
Enam musuh mengintai, mengancam nyawa tak berdosa dengan pneumonia, ISPA, asma, kanker paru-paru, TBC, dan COPD.
Namun, cahaya ada di ujung terowongan, dan kita memiliki kekuatan untuk mengubah arah angin.
Dalam catatan tahun ini, ada lonjakan kenaikan beban yang mengusik tidur BPJS.
Penyakit-penyakit pernapasan menggoda, mencuri ketenangan yang kita cintai. ISPA, asma, dan pneumonia menjadi trio yang meresahkan, merayap di balik pintu yang hampir terbuka.
Budi Gunadi Sadikin memberikan cermin bagi kita untuk melihat sejauh mana perjuangan ini telah membawa kita.
Ia memetakan biaya, bukan dalam angka, tetapi dalam usaha.
Rp8 triliun untuk tiga sekutu yang tak henti berperang, berbicara tentang dedikasi yang tidak terukur, tentang nyawa yang tidak ternilai.
Saat langit masih mendung dan kabut merayap, kita memiliki pilihan untuk berdiri melawan.
Mengenakan masker bukanlah sekadar wajib, tetapi tindakan cinta pada diri sendiri dan yang kita cintai.