Asymmetric Politics, Warfare : Prahara, Politisi, Penyelenggara, Dan Etika Politik dalam Pesta Demokrasi 2024
Oleh: Ridwan Marwansyah
(Koordinator Koalisi Mahasiswa Sumedang)
sumedangekspres – Konsep dan istilah Assymmetic tidak hanya di gunakan dalam perang konvensional, konsep tersebut tidak selalu bersifat militer, di saat kontestasi politik pun di pakai oleh kalangan politisi di segala tingkatan.
Pasti tidak asing dengan ”content based movement” yang selalu di tawarkan oleh mereka politisi dengan gaya penyampaian berbasis konten, meskipun terkadang apa yang di sampaikan pada kampanye-kampanye oleh mereka tidak selalu semuanya di realisasikan, di sini kita dapat melihat gejolak dari dampak hal tersebut yang menjadikan citra dari politik kurang baik di beberapa kalangan seperti mahasiswa, masyarakat sipil yang menjadi pengamat di luar arena kontestasi, karena bagi kebanyakan dari mereka buta atau tidak melihat patron dari tokoh politik yang benar-benar menunjukan sikap sebgai negarawan yang sebenarnya, dapat di simpulkan secara sederhana ketidakpercayaan publik terhadap apapun yang merujuk kepada politik itu wajar, karena saat ini belum lahir atau belum muncul seorang tokoh yang dapat menjadi patron di ranah politik, seharusnya para politisi memberikan contoh yang baik kepada kita terkhusus para kaum muda yang akan menjadi pewaris bangsa di masa yang akan datang.
Baca Juga:5 Cara Melacak Lokasi Nomor HP Tanpa Diketahui, TrueCaller 100% Akurat?TrueCaller Melacak No Ponsel atau Nomor Hp Tanpa Diketahui : Data dan Lokasi Langsung Ketahuan!
Berbicara tentang penyelenggara dalam keberlangsungan Negara, Penyelenggara pemilu merupakan bagian penting untuk keberlangsungan politik, kepercayaan publik terhadap politik juga merupakan pekerjaan penting penyelenggara untuk menanamkan pendidikan politik terhadap publik juga.
Namun kita lihat perjalanan daripada penyelenggara pemilu menghadapi 2024 yang sempat menimbulkan prahara dan kegelisahan publik, kala rekrutmen BAWASLU Kabupaten/Kota yang mengalami keterlambatan pengumuman hasil seleksi, dengan dalih keterbatasan personalia di BAWASLU Provinsi sangat tidak rasional mengawasi tingkat Kabupaten dan Provinsi secara bersamaan.
Di susul dengan pernyataan sikap dari Koalisi Masyarakat Untuk Integritas Pemilu yang menduga bahwa tahapan seleksi tersebut ada sebuah agenda setting yang kuat dan terstruktur secara sistematis, hal ini lagi-lagi diduga merupakan kesengajaan penundaan dari pihak yang mempunyai kepentingan politik dengan memanfaatkan momentum seperti yang ada pada konsep strategi Assymmetric Politic.