sumedangekspres – Banyak Negara Terjebak Karena Kecanduan Ngutang: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketika kita membayangkan seorang Menteri Keuangan, kita sering kali mengasosiasikannya dengan angka-angka, grafik, dan kebijakan ekonomi yang kompleks.
Namun, pernyataan Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengenai utang dan kebijakan fiskalnya membawa isu-isu ini ke dalam fokus publik.
Dalam konteks ekonomi global yang terus berubah dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pandemi COVID-19, pengelolaan utang menjadi topik yang sangat penting.
Baca Juga:Fakta Menarik Son Heung-min Di Tottenham Hotspur dalam Liga Inggris 2023/20245 Fakta Film Rumah Iblis Menyeramkan Dibintangi Oleh Aura Kasih
Salah satu pernyataan utama yang ditekankan oleh Menteri Keuangan adalah bahwa dirinya bukanlah menteri keuangan yang suka mengambil utang.
Ini mungkin adalah pernyataan yang bertentangan dengan pandangan masyarakat selama ini. Namun, ia berusaha memberikan bukti konkrit untuk mendukung klaimnya.
Salah satunya adalah kemampuannya untuk menjaga defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) agar tidak terus menerus tinggi di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Hal ini sangat penting karena defisit APBN yang tinggi dapat mengarah pada pertumbuhan utang yang tak terkendali.
Selain itu, Menteri Keuangan juga menekankan bahwa tingkat utang Indonesia saat ini tidak melebihi 60% dari PDB, sebagaimana diatur dalam UU Keuangan Negara.
Ini adalah angka yang menjadi patokan penting dalam mengukur kesehatan keuangan suatu negara.
Jika rasio utang melebihi batas ini, maka dapat mengarah pada risiko krisis utang yang dapat merusak ekonomi negara.
Baca Juga:Anime Scott Pilgrim Takes Off Full Action Seru BingitsMengapa Anime Scott Pilgrim Takes Off Bukan Live Action?
Namun, kebijakan tersebut juga mendapatkan kritik, terutama dari agensi pemeringkat utang global.
Mereka menunjukkan keraguan tentang keyakinan bahwa pandemi COVID-19 akan berakhir dalam tiga tahun, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2020.
Menteri Keuangan dengan lugas mengakui bahwa seperti agensi pemeringkat, dia juga tidak memiliki kepastian tentang berakhirnya pandemi dalam waktu yang ditentukan.
Ini menciptakan ketidakpastian yang bisa memengaruhi perencanaan fiskal jangka panjang.
Patokan defisit yang tidak lebih dari 3% dan rasio utang maksimal 60% dari PDB diambil dari Maastricht Agreement di Uni Eropa.
Ini adalah kesepakatan yang telah terbukti mampu menjaga stabilitas ekonomi negara-negara anggotanya, meskipun dengan kondisi yang berbeda.