sumedangekspres – Wanita Cantik Lulusan Unwim Pilih Bantu Orang Tua Jualan Bubur di Tanjungsari Sumedang.
Saadah Fatimiyah (23) mungkin adalah contoh nyata dari pernyataan penulis Pidi Baiq tentang seorang sarjana yang menjual tahu.
Menurut Pidi, seorang sarjana tidak boleh malu berjualan tahu, karena dengan menyadari logika di baliknya, rasa malu tersebut dapat teratasi,
“Saya adalah seorang tukang tahu, tapi saya juga seorang sarjana.”
Baca Juga:Ternyata Sumedang dan Garut Adalah Penyuplai Tembakau Terbesar di Jawa BaratWisata Sejarah Penuh Nilai di Keraton Sumedang Larang
Maka, ketika Saadah menjual bubur ayam di sekitar Alun-alun Tanjungsari bersama ibunya, Siti Nurhawati (56), tidak pernah membuatnya merasa malu.
Nyatanya, Saadah sudah membantu ibunya berjualan bubur sejak lulus SD, bukan setelah selesai kuliah.
“Ibu saya sudah berjualan bubur sekitar 35 tahun di sini. Saya membantu sejak waktu SD hingga kuliah. Bantuan ini terus berlanjut setelah lulus kuliah,” ujar Saadah, yang baru saja lulus dari Universitas Winayamukti.
Gerobak bubur milik Saadah terletak di seberang Puskesmas Tanjungsari. Meski gerobaknya tidak terlalu besar, namun rezeki tampaknya mengalir deras ke arah gerobak itu.
Setiap hari, bubur yang dijual oleh Siti dan Saadah bisa habis hingga 100 porsi dengan harga satu porsi Rp10 ribu. Jika ditambah dengan toping ati-ampela, harga seporsi menjadi Rp15 ribu.
Setiap pagi, ibu dan ayah Saadah, Endang Haliman (65), berangkat lebih awal ke tempat berjualan mereka di Alun-alun Tanjungsari. Saadah kemudian menyusul.
Meski telah lulus kuliah, Saadah, yang merupakan anak keenam dari 13 bersaudara, memilih untuk fokus berjualan bubur ayam daripada mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang ilmunya.
Baca Juga:Tempat Memperpanjang STNK di Sumedang Selain Samsat KelilingRokok Ilegal Murah Picu Pelajar di Sumedang Jadi Perokok? Simak Antisipasi Satpol PP
“Lebih baik meneruskan yang sudah ada, dan ini yang saya inginkan,” kata Saadah.
Siti Nurhawati (56), ibu Saadah, menjelaskan bahwa dia telah berjualan bubur di Alun-alun Tanjungsari sejak tahun 1986.
Dengan usaha ini, dia mampu menyekolahkan keenam anaknya, termasuk Saadah, yang kini telah menjadi seorang sarjana.
“Saadah adalah sarjana keenam dalam keluarga kami. Alhamdulillah. Meski pendapatan dari bubur tidak seberapa, namun mungkin ini berkah,” ucapnya.
Siti mengenang bagaimana anak-anaknya dapat sekolah dengan bantuan hasil penjualan bubur pada pagi hari.