sumedangekspres – Eksplorasi Keberadaan Kapal Pinisi Jejak Kemaritiman Indonesia, Suarakan, Sobat Parekraf! Ketika mendengar kalimat “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, mungkin beberapa dari kita secara refleks langsung menyerukan melodi riang dari lagu anak-anak yang begitu dikenal.
Eksplorasi Keberadaan Kapal Pinisi
Tetapi tahukah Sobat, bahwa ini lebih dari sekadar lirik lagu? Kata-kata itu melambangkan kekayaan sejarah maritim yang terus berkembang di Indonesia.
Kapal pinisi, sebuah keajaiban kayu yang menakjubkan, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah maritim Indonesia.
Baca Juga:Kapal Pinisi Memiliki Sejarah di Negeri Seribu Bahari, Dilukis Oleh Google DoodleWaspada Curanmor di Cisitu Honda Beat Raib Digondol Maling
Jejak Eksplorasi Keberadaan Kapal Pinisi membawa kita kembali ke zaman keemasan perdagangan yang melibatkan para pelaut ulung dari suku Konjo, Bugis, dan Mandar dari Sulawesi Selatan.
Bagi mereka, kapal pinisi bukan hanya sekadar sarana perdagangan, tetapi juga nyawa dari profesi pelaut yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Tidak seperti kapal modern pada umumnya, kapal pinisi memiliki ciri khas yang tak tertandingi.
Tujuh hingga delapan layar yang menjulang tinggi, ditambah dengan dua tiang utama yang menjulang gagah di bagian depan dan belakang kapal, menjadikan kapal ini begitu mudah dikenali.
Namun, Eksplorasi Keberadaan Kapal Pinisi keunikan sesungguhnya tidak hanya terletak pada penampilan visualnya, melainkan juga pada bahan baku utamanya kayu.
Kayu yang dipilih untuk pembuatan kapal pinisi memiliki peran penting dalam ketahanan dan daya tahan kapal itu sendiri.
Kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati adalah empat jenis kayu yang paling umum digunakan.
Baca Juga:Kapal Pinisi Kekayaan Budaya yang Dilukis di Google Doodle Hari IniKompleks Elite Terendam Banjir, Gorong-gorong Dikritik sebagai Sumber Masalah
Kebiasaan menggunakan bahan-bahan ini telah memperkuat kemampuan kapal pinisi untuk menaklukkan ombak lautan yang bergelora.
Pusat pembuatan kapal pinisi terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Tiga desa terkemuka, yaitu Desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin, menjadi saksi bisu dari tradisi pembuatan kapal ini yang masih lestari hingga saat ini.
Di sini, proses pembuatan kapal pinisi tetap dilakukan secara tradisional, diwariskan dari para leluhur, dan bukan sekadar keahlian biasa.
Lewat setiap pukulan palu, setiap ukiran kayu yang teliti, tradisi ini mempersembahkan selembar sejarah yang tak ternilai.