sumedangekspres – Di tengah gemerlapnya kehidupan metropolitan, DKI Jakarta harus menghadapi tantangan serius terkait kualitas udara.
Pada Kamis pagi, data terkini dari Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menunjukkan bahwa tingkat partikel halus (PM2,5) di Jakarta mencapai angka 105 di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Angka ini berada dalam kategori yang dapat merugikan kesehatan manusia, hewan yang sensitif, serta berpotensi menimbulkan kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika.
Baca Juga:Biaya Hidup Tinggi, Jakarta Puncaki Daftar Sepuluh Kota Termahal di IndonesiaRidwan Kamil Spill Strategi Prabowo Subianto di Debat Capres 2024, Apa Strategi-nya?
Menurut laman resmi Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta, kategori tersebut termasuk dalam rentang ISPU antara 101-199, yang menandakan kualitas udara tidak sehat.
Sementara itu, kategori baik, yang tidak memberikan efek negatif terhadap kesehatan manusia atau hewan, memiliki rentang PM2,5 0-50. Jakarta juga mencatatkan kategori sedang di beberapa wilayah, seperti Jagakarsa Jakarta Selatan (78), Kelapa Gading Jakarta Utara (84), Bundaran HI Jakarta Pusat (88), dan Kebun Jeruk Jakarta Barat (71).
Namun, sorotan terhadap kualitas udara Jakarta tidak hanya berasal dari tingkat ISPU lokal. Menurut situs pemantauan IQ Air pada pukul 06.20 WIB, Jakarta diklasifikasikan sebagai kota nomor 29 dengan pencemaran udara tertinggi di dunia, dengan nilai 85.
Peringkat ini menempatkan Jakarta di bawah beberapa kota besar lainnya, seperti Dhaka, Bangladesh (251), Delhi, India (206), Lahore, Pakistan (202), Kolkata, India (199), dan Karachi, Pakistan (196).
Data menunjukkan bahwa konsentrasi PM2,5 di Jakarta saat ini sudah mencapai 5,7 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
Hal ini menjadi alarm serius, menandakan bahwa penduduk Jakarta terpapar risiko tinggi terhadap dampak buruk kualitas udara.
Upaya pemantauan kualitas udara dilakukan melalui 20 stasiun pemantau, termasuk di antaranya Layar Permai (PIK), Jalan Raya Perjuangan (Kebon Jeruk), dan Jimbaran (Ancol).
Baca Juga:Berhasil Menjual 5.000 L per Hari, Pertamax Green 95 Berpotensi Jadi BBM RI Tahun DepanCOVID-19 di DKI Jakarta Meningkat, Dinkes Minta Warga Lakukan Self Testing di Rumah
Meskipun demikian, data tersebut menjadi penegas bahwa masalah kualitas udara di Jakarta tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga mencerminkan dampak global, seperti yang terlihat dari peringkat pencemaran udara Jakarta di tingkat internasional.
Menghadapi tantangan ini, langkah-langkah konkret perlu diambil oleh pemerintah dan masyarakat Jakarta.