sumedangekspres, CONGGEANG — Beberapa warga Desa Cibeureuyeuh Kecamatan Conggeang menyayangkan pembuatan tugu batas desa yang seakan dikerjakan secara asal-asalan. Pasalnya dalam perencanaan tugu akan dibuat sangat layak dan bagus.
Tugu batas desa tersebut juga akan dijadikan sebagai pintu gerbang masuk wilayah serta menjadi simbol Kecamatan Conggeang.
Pantauan Sumeks, tugu batas desa tersebut dibuat dengan tinggi sekitar 2 meter dengan berukuran cukup kecil, lebih kecil daripada tugu sebelumnya. Bahkan, tidak menunjukkan adanya simbol pintu gerbang masuk ke wilayah Kecamatan Conggeang.
Baca Juga:Kerjasama Modal Utama Desa WisataLima Langkah Sumedang dalam Mempercepat Transformasi Digital
“Tugu tersebut terkesan sederhana dengan bahan dari hebel, bukan batu ataupun bata. Padahal dulu terbuat dari batu dan cukup besar,” tutur seorang warga yang tidak mau disebutkan namanya kepada Sumeks, Rabu (20/12).
Dia menegaskan, tugu itu juga tidak ada simbol atau apapun yang menunjukkan masuk ke wilayah Kecamatan Conggeang.
“Padahal, dalam perencanaan rencananya akan dibuatkan,” tambahnya.
Senada, anggota BPD Desa Cibeureuyeuh Dede Juanda menyayangkan pembangunan tugu tersebut yang terkesan sederhana. Namun masih beruntung dibuatkan tugu, sementara di desa lainnya tidak dibuatkan. Seperti di Desa Conggeang Kulon dan Cacaban yang tidak ada sama sekali.
“Iya duh, tapi daripada tidak ada sama sekali seperti di Kawungluwuk dan Cacaban yang hilang, mending ini masih ada. Susah ah,” ujarnya.
Dede pun mempertanyakan pelaksana pembuatan tugu. Karena, awalnya dirinya mendengar akan dibuat oleh PUPR Sumedang.
“Yang membangunnya dari PT Mana? Awalnya mendengar oleh PUPR Sumedang?,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Kecamatan Conggeang Ermi Triaji menanggapi pembangunan tugu batas desa tersebut mengaku miris.
Baca Juga:Penyaluran Bantuan Harus Berlangsung AmanTrunamanggala Selektif Pilih Anggota BPD
Menurutnya, dirinya sebagai warga tidak tahu koordinasi di atas, ini kewenangan siapa, itu kewenangan siapa. Masyarakat tahunya semua asset, bangunan, fasilitas dan sebagainya yang terkena dampak tol harus ada lagi, harus diganti, harus mirip dari sisi desain, nilai, fungsi dan kearifan lokal.
“Ini kan ga, seenaknya. Kata saya juga jangankan tugu batas, sekelas masjid jami saja turun kualitas desain dan bangunannya. Masa genteng bangunan lama genteng Jatiwangi kualitas bagus diganti metal berpasir. Itu kerjaan pokja CKJT dulu. Apalagi hanya sebuah tugu, pasti saling lempar kewenangan dan tanggungjawab antara pihak tol, pemkab, kontraktor dan lainnya,” tegasnya.