Mengamati trennya, dapat dilihat bahwa realisasi belanja subsidi pupuk cenderung meningkat hingga tahun 2019, mencapai rekor tertinggi Rp 34,31 triliun pada tahun tersebut. Namun, angka ini kemudian turun pada tahun 2020 hingga 2021.
Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2022, terutama karena alokasi pembayaran kurang bayar pada tahun anggaran 2021. Rinciannya mencakup alokasi subsidi pupuk sebanyak 7,7 ton dan pupuk cair 88,2 kiloliter.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah peningkatan anggaran subsidi pupuk sejalan dengan penurunan jumlah petani dan lahan pertanian? Mahfud MD memberikan sorotan terhadap paradoks ini dan menyiratkan kebutuhan untuk mengkaji lebih mendalam dampak kebijakan pertanian, khususnya dalam hal peningkatan ketahanan pangan dan dukungan terhadap para petani.
Baca Juga:Food Estate Dikritik Cak Imin dan Mahfud, Gibran Tetap Bela Program Sang AyahSatu Guru Tewas, Terlibat Kecelakaan Bus Rombongan “Study Tour” SMAN 1 Sidoarjo di Tol Solo-Ngawi
Penurunan jumlah petani dan lahan pertanian yang diikuti dengan peningkatan anggaran subsidi pupuk memunculkan pertanyaan-pertanyaan kritis terkait efektivitas kebijakan pertanian dan bagaimana alokasi anggaran dapat lebih tepat sasaran.
Apakah langkah-langkah konkret telah diambil untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menjaga kesejahteraan petani? Apakah ada perubahan kebijakan yang dapat mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang berkelanjutan?
Semua pertanyaan ini menjadi penting dalam konteks upaya mencapai kedaulatan pangan yang sesuai dengan keberlanjutan sumber daya alam dan kesejahteraan petani.
Demikian pembahan mengenai Mahfud MD Keheranan, Jumlah Pentani Makin Sedikit Tapi Subsidi Pupuk Naik.***