sumedangekspres – Sebuah kisah tragis datang dari seorang pemuda kaya raya yang sengaja pakai gigi emas asal Tionghoa di Yogyakarta pada akhir November 1926.
Sang pemuda, yang tidak diketahui namanya, memutuskan untuk memasang gigi emas dengan harapan mendapatkan pengakuan sosial dan status sebagai orang kaya.
Dalam usahanya mengejar tren di kalangan orang berkecukupan saat itu, pemuda ini datang ke seorang tukang gigi.
Baca Juga:Daftar Negara yang Dulunya Kaya Sekarang MiskinTak Puas dengan Mahfud Soal Greenflation, Begini Respon Konyol Gibran
Meskipun giginya masih kuat dan sehat, ia meminta tukang gigi untuk melapisinya dengan emas.
Seiring dengan keputusannya ini, dimulailah perjalanan yang tak terduga.
Dengan gigi emas yang bersinar di mulutnya, pemuda itu mulai menunjukkan perubahan sikap.
Tertawa lebar menjadi kebiasaannya, percaya bahwa dengan pamer gigi emas, ia akan dianggap sebagai orang sukses dan kaya.
Namun, upaya pamer harta ini berakhir dengan malapetaka.
Beberapa hari setelah pemasangan gigi emas, kejadian mengerikan terjadi.
Salah satu gigi emasnya terlepas dan tertelan.
“Sekali peristiwa ketika dia makan, sebuah gigi emasnya terlepas dan tertelan. Beberapa hari kemudian dia merasa sakit dalam perutnya,” tulis harian Pandji Poestaka (12 November 1926).
Rasa sakit itu menjadi semakin parah, meskipun pemuda tersebut mencoba berbagai obat.
Akhirnya, dia memutuskan untuk mengunjungi dokter dan dihadapkan pada pilihan operasi yang berisiko tinggi.
Namun, ketakutan akan operasi membuatnya menolak tindakan tersebut.
Pemuda itu pulang ke rumah dengan menahan rasa sakit, namun tak lama berselang, kabar menyedihkan datang.
Baca Juga:Ternyata Ini 20 Artis yang Dukung Prabowo-Gibran!Demi Dukung Ganjar, Abdee Slank Resign dari Komisaris Telkom?
“Terdengar kabar, bahwa ia meninggal dunia karena sakit diperutnya itu,” tulis harian itu.
Kisah pemuda kaya raya ini menjadi pelajaran berharga tentang konsekuensi dari keinginan berlebihan untuk pamer harta.
Gigi emas yang seharusnya menjadi simbol keberhasilan justru menjadi penyebab malapetaka, mengingatkan kita akan pentingnya bijaksana dalam mengejar pengakuan sosial.