sumedangekspres – Kontroversi Status Tersangka dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024: Perdebatan yang Memanaskan.
Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis lalu, tanggal 4 April 2024, menjadi sorotan karena adanya perseteruan terkait status tersangka di antara para pihak yang bersengketa.
Isu status tersangka pertama kali muncul dari pihak Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Salah satu anggota Tim Hukum dari kubu tersebut, Bambang Widjojanto alias BW, mengungkapkan keberatannya terhadap kehadiran Eddy Hiariej sebagai ahli dari kubu lawan, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:Link Streaming Sidang Sengketa Pilpres 2024: Kehadiran 4 Menteri di MKSikap Hormat Denny Sumargo terhadap Sandra Dewi dan Keluarga
Menurut BW, informasi yang diterimanya dari media menyebutkan bahwa Eddy baru saja menerima surat penyidikan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eddy, yang merupakan seorang Guru Besar Hukum Pidana di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, pernah tersangkut dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Ketua MK, Suhartoyo, kemudian menanyakan relevansi informasi tersebut. BW berpendapat bahwa dalam konteks kehormatan MK, seorang yang sedang diselidiki, terutama dalam kasus korupsi, sebaiknya tidak diikutsertakan sebagai ahli dalam persidangan.
Namun, meskipun ada keberatan, Eddy tetap diperbolehkan memberikan kesaksian di persidangan. Respons BW terhadap keputusan tersebut ditandai dengan aksi walk out, meninggalkan ruang sidang saat Eddy akan memberikan keterangan. Meskipun demikian, Eddy berhasil memberikan klarifikasi dan menyoroti keberatan yang diajukan, termasuk pernyataan yang dianggap menyerang karakternya.
Ketegangan semakin memanas ketika Yusril Ihza Mahendra, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, ikut menanggapi situasi tersebut. Menurut Yusril, Eddy tidak lagi berstatus tersangka setelah memenangkan praperadilan. Dia juga menyoroti status tersangka Bambang Widjojanto dalam kasus yang berbeda, mengajukan pertanyaan tentang kesetaraan perlakuan dalam konteks hukum.
Kontroversi ini memberikan gambaran yang kompleks tentang proses hukum dan politik di Indonesia. Sengketa hasil pilpres menjadi medan pertempuran tidak hanya di arena politik, tetapi juga di ruang hukum. Pertanyaan mengenai relevansi status tersangka dalam memberikan kesaksian ahli serta perdebatan mengenai perlakuan hukum yang adil dan setara menjadi sorotan dalam sidang tersebut.