“Kita ini kan negara hukum. Nah, kita kan akan tadinya memproduksi revisi menjadi undang-undang yang baru,” jelas Dasco di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. “Seandainya dalam waktu pendaftaran itu undang-undang yang baru belum, ya berarti kita ikut keputusan yang terakhir, keputusan dari Mahkamah Konstitusi. Itu jelas,” sambungnya.
Namun, Dasco juga menekankan bahwa DPR memiliki mekanisme dan aturan yang harus diikuti dalam proses pembuatan undang-undang. Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh DPR, termasuk dalam hal revisi UU Pilkada, telah sesuai dengan tata aturan yang berlaku. “Jika tidak, nanti dibilang DPR kok nggak ikut aturan, ada apa nih? Kan begitu, sehingga kita harus hitung benar,” tambah Dasco. “Dan apa yang kami lakukan kemarin-kemarin itu sesuai dengan mekanisme dan tata aturan yang berlaku tentang revisi undang-undang Pilkada.”
Pernyataan ini seakan menjadi jawaban atas tuduhan publik yang merasa bahwa DPR sedang bermain-main dengan undang-undang yang sangat penting ini. Meskipun demikian, protes dan tekanan dari masyarakat terus berlangsung, dengan banyak pihak yang menuntut agar keputusan MK dihormati dan tidak diubah demi kepentingan politik tertentu.
Baca Juga:Orasi Bintang Emon dalam Aksi Peringatan Darurat Indonesia: Jangan Ya Dek Ya!Orasi Komika Saat Demo Peringatan Darurat Indonesia: Serukan Penolakan RUU Pilkada
Gelombang aksi ini juga menyoroti semakin pudarnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara, khususnya DPR. Banyak yang merasa bahwa wakil rakyat tidak lagi mewakili aspirasi mereka dan malah lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini terlihat dari semakin maraknya aksi-aksi protes yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, aktivis, hingga para tokoh publik seperti Abdur Arsyad.
Dalam konteks yang lebih luas, aksi protes ini mencerminkan kekecewaan yang mendalam terhadap proses demokrasi di Indonesia yang dianggap semakin jauh dari prinsip-prinsip dasarnya. RUU Pilkada yang seharusnya menjadi sarana untuk memperkuat demokrasi justru dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan politik dan partisipasi publik.
Abdur Arsyad, dengan gaya bicaranya yang khas, berhasil menyuarakan perasaan banyak orang yang merasa dikhianati oleh wakil rakyat mereka. Kritiknya yang tajam dan humoris tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk membuka mata publik terhadap realitas politik yang ada.