Atep Bratasena Dalang Asal Sumedang Ekspor Wayang Sampai Eropa

MEMBANGGAKAN: Dalang asal Kecamatan Cimalaka Atep Bratasena (30), saat menunjukan salah satu wayangnya, baru-b
ISTIMEWA, MEMBANGGAKAN: Dalang asal Kecamatan Cimalaka Atep Bratasena (30), saat menunjukan salah satu wayangnya, baru-baru ini.
0 Komentar

sumedangekspres, CIMALAKA – Atep Bratasena (30), Dalang asal Dusun Kojengkang, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka berhasil menarik perhatian masyarakat lokal hingga mancanegara melalui keahliannya dalam mendalang dan membuat wayang golek.

Selama lebih dari 15 tahun, Atep mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan seni wayang dengan inovasi memadukan unsur-unsur modern dalam pertunjukannya. Ketertarikan Atep terhadap seni wayang golek bermula dari kecintaannya pada cerita-cerita tradisional yang sarat makna.

“Awalnya saya hanya menonton, tetapi semakin lama rasa ingin tahu saya semakin mendalam. Akhirnya, saya belajar langsung dari beberapa dalang senior, termasuk almarhum Dalang Eka Supriadi dari Karawang, yang sangat menginspirasi saya dalam penyampaian cerita dan penggunaan bahasa yang sederhana tetapi bermakna mendalam,” ujar Atep, baru-baru ini.

Baca Juga:Intensitas Hujan Tinggi, Cadas Pangeran Rawan Longsor  Tanjakan Kadongdong Kian Memprihatinkan

Atep mengaku memiliki ciri khas dalam setiap pementasannya. Selain menggunakan teknik mendalang tradisional, ia juga menambahkan unsur modern seperti efek suara dan visual, termasuk penggunaan ledakan kecil di atas panggung.

“Saya mencoba memadukan tradisi buhun dengan budaya modern agar lebih menarik bagi generasi muda. Misalnya, ada adegan-adegan yang lebih dramatis dan teknik pementasan yang lebih hidup,” jelasnya.

Selain mendalang, Atep juga membuat wayang golek secara mandiri. Dengan bahan utama kayu albasia, ia memulai proses dari bahan mentah hingga finishing sehingga menghasilkan wayang berkualitas tinggi yang dijual mulai dari Rp300 ribu hingga Rp5 juta per buah.

“Wayang buatan saya sudah sampai ke luar negeri, seperti Belgia dan Belanda. Pesanan dari luar negeri biasanya rutin tiap bulan,” ungkapnya dengan bangga.

Atep mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar dalam melestarikan seni wayang adalah persaingan dengan produk murah yang kurang berkualitas.

“Harga murah kadang lebih menarik bagi pembeli, tetapi saya tetap fokus pada kualitas,” katanya.

Selain itu, Atep aktif mengadakan workshop untuk kalangan anak-anak muda mengenai seni wayang golek.

Baca Juga:Jalan Rusak Hingga Telan Korban Jiwa, Dewan Tagih Janji Pemda SumedangDesa Tanjung Mekar Gelar Peringatan Isra Mikraj di Masjid Al-Falah

“Acara terakhir kami adakan di Cibeureum. Saya ingin anak-anak muda mencintai seni ini Karena kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi,” tambahnya.

0 Komentar