Ateng mengingatkan, risiko di lapangan seperti penolakan warga terhadap lokasi proyek, ketidakstabilan suplai sampah, atau lambatnya pembebasan lahan, harus diantisipasi sejak awal melalui peran Satker.
“Satker bisa menyiapkan stakeholder engagement plan sejak tahap perencanaan, memastikan transparansi pelaporan emisi, serta menyiapkan mekanisme kompensasi dan sanksi yang adil,” katanya.
Ia menilai, Satker juga dapat menjadi pusat satu pintu (one-stop center) dalam proses pembebasan lahan dan appraisal independen untuk mencegah tumpang tindih kepemilikan.Belajar dari Bekasi. Sebagai contoh, Ateng menyinggung proyek PSEL di TPA Burangkeng, Kabupaten Bekasi, yang telah melangkah lebih cepat.
Baca Juga:Ratusan Warga Padati GPM di Cimanggung, Harga Sembako Lebih Murah dari PasarPengawasan Ketat Jadi Kunci, Pakar dan Pemkab Sumedang Ingatkan Pentingnya Kontrol Program MBG
“Bekasi sudah menyiapkan lahan seluas 5 hektare, menjamin volume timbulan sampah 2.250 ton per hari, dan menyiapkan anggaran pembebasan lahan. Ini contoh konkret yang bisa ditiru Sumedang,” ujarnya.
Ateng berharap, Pemerintah Kabupaten Sumedang segera membentuk Tim Satker Pengelola PSEL agar proyek strategis nasional ini tidak berhenti di meja birokrasi.
“Kita ingin Sumedang jadi contoh sukses. Satker akan memastikan proyek tidak berhenti di tengah jalan dan target nasional pengelolaan sampah 2029 tercapai secara nyata,” pungkasnya.(red)