Biaya Armada Sampah Plat Merah Rp175 Ribu per RW Dipertanyakan, Praktisi Hukum: Tidak Ada Dasar Hukumnya!

Biaya Armada Sampah Plat Merah Rp175 Ribu per RW Dipertanyakan, Praktisi Hukum: Tidak Ada Dasar Hukumnya!
Keluhan pengurus RW di Desa Sawahdadap semakin mengemuka terkait pungutan biaya sebesar Rp175.000 setiap kali armada mobil plat merah milik pemda mengangkut sampah
0 Komentar

CIMANGGUNG – Keluhan pengurus RW di Desa Sawahdadap, Kecamatan Cimanggung Sumedang semakin mengemuka terkait pungutan biaya sebesar Rp175.000 setiap kali armada mobil plat merah milik pemda mengangkut sampah. Penarikan biaya ini dinilai memberatkan, bahkan sejumlah pengelola di tingkat RW mengaku harus nombok karena iuran warga tidak mencukupi.

Praktisi hukum H. Usep Lala Sopandi, S.H., M.H. menilai persoalan ini tidak bisa dianggap sepele. Ia menegaskan bahwa dari sisi regulasi, penarikan biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

“Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2021 tentang Retribusi Jasa Umum dan perubahan ke-2 melalui Perda No. 1 Tahun 2017 yang diteruskan oleh Perbub No. 29 Tahun 2020, tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit mengatur bahwa biaya pengangkutan sampah rumah tangga dapat dibebankan kepada masyarakat untuk biaya armada operasional mobil plat merah,” tegas H. Usep Lala Sopandi.

Baca Juga:Daftar Situs Freelance Luar Negeri yang Terbukti Membayar dan Wajib Dicoba Freelancer Indonesia12 Rekomendasi Situs Freelance Terpercaya: Cara Cerdas Menghasilkan Uang dari Rumah

Ia menambahkan, regulasi mengenai jasa angkut umum dalam Perda maupun Perbup tersebut tidak terdapat satu pasal pun yang memberi kewenangan penarikan biaya armada kepada warga melalui pengelola RW. Bahkan ketika dikonfirmasi kepada pengurus RW dan koordinator pengelola sampah, tidak ada kesepakatan tertulis dengan pihak desa maupun kecamatan terkait pungutan biaya tersebut.

Sumber dari pengurus RW menyebutkan bahwa setiap kali sampah diangkut, mereka diminta membayar Rp175.000 per RW. Namun hingga kini, tidak pernah ada sosialisasi atau dokumen resmi yang menjelaskan dasar hukum pungutan tersebut.

“Pengurus di tingkat RW merasa sangat terbebani. Kalau terus menerus seperti ini, pelayanan sampah justru jadi beban, bukan pelayanan publik,” ujar salah satu pengelola sampah.

Menurut Usep, jelas diperlukan klarifikasi resmi dari instansi terkait. Ia menyampaikan bahwa langkah selanjutnya adalah meminta penjelasan langsung dari DLHK Kabupaten Sumedang mengenai legalitas pungutan tersebut.

Lebih jauh, ia membuka ruang diskusi dan mengajak pihak terkait maupun pemerhati lingkungan ikut mencari kepastian hukum:

“Barangkali ada rekan atau pihak yang mengetahui regulasi terkait pungutan armada tersebut? Karena berdasarkan kajian kami, regulasinya tidak ditemukan.”

0 Komentar