DIMANA-mana tontonan yang menarik itu, jika bisa mengaduk-ngaduk perasaan penonton. Tereksposnya rasa marah, sedih, senang, gemas hingga rasa malu penonton, menunjukkan pagelaran itu sukses. Walau pemirsa tak paham sinematografi, koreografi atau alur ceritanya.
Pokoknya pertunjukkan yang memukau adalah jika penonton terlihat gemas dari bangkunya hingga ikut melonjak-lonjak sambil mengacungkan tinju ke atas. Atau menitikkan air mata sampai sesegukkan sambil bersandar ke bahu temannya. Sementara yang lain menangis meraung-raung hingga berguling-guling. Bisa membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal sampai terkencing-kencing, ikut marah atau malu kepada tokoh antagonis, menunjukkan kualitas pertunjukkan.
Tontonan opera kali ini, menampilkan alur konflik rumit di sebuah kapal besar, terpandang dan kharismatik. Terukir di kapal itu, nama-nama besar kharismatik yang menjadi tiang penyangga utama kapal. Pun di buritan, di haluan, di deck, dan disetiap desahan kapal itu, ada nama-nama masyayikh. Mereka hidup dan menghidupi kapal itu, walau sudah tak hidup di dunia ini.
Baca Juga:Pasokan Air Baku ke Indramayu Terancam Dihentikan, Menhut SP3 PDAM Tirta KamuningReview PERSIB vs Borneo FC: Comeback Dramatis, Stadion GBLA Meledak Sorak
Jalannya konflik diopera sabun itu ruwet bin njilmet. Macam jaringan kabel listrik dan wifi yang silang sengketa di satu tiang, kusut, tak karuan. Melibatkan tokoh-tokoh sentral nahkoda, konsorsium pemilik kapal, kelasi, juru mudi, kroni dan figuran yang kadang memanas-manasi. Ada juga aktor penumpang yang mencoba mencari peruntungan dari konflik tersebut. Penumpang biasa, hanya bisa melihat saja jalannya konflik, sambil menahan was-was kapal tak karam.
Alur ceritanya sulit ditebak. Tak jelas mana tokoh antagonis atau protagonis. Bergantung dari sudut mana penonton duduk memandang drama opera tersebut. Aktor-aktor figuran yang mencoba mencari celah untuk mendapat peran dan porsi tampil lebih sering. Mengambil keuntungan dari konflik itu. Tak ubahnya air keruh di kubangan.
Ceritanya berpusat pada pelengseran juri mudi yang dianggap salah arah mengelola asset tali tambang kapal. Tali tambang yang dipinjami syahbandar ketika bersandar di pelabuhan, berujung jadi ranjau.
Terjadi tarik tambang, adu kuat posisi, antara nahkoda dengan juri mudi. Beberapa awak kapal, terpolarisasi ikut berdiri di belakang nahkoda atau juru mudi. Ada juga tetua yang mencoba mengajak untuk berembuk. Sementara aktor figuran lainnya, memanas-manasi dan mencari kesempatan untuk merebut posisi strategis.
