SUMEDANG EKSPRES – Setiap menjelang akhir tahun, perbincangan soal Natal kembali mengemuka di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Salah satu topik yang paling sering memantik diskusi adalah hukum mengucapkan selamat natal menurut mui, terutama bagi umat Islam yang hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain.
Isu ini bukan sekadar persoalan etika sosial, tetapi menyentuh ranah akidah dan prinsip keagamaan. Karena itu, pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kerap dijadikan rujukan utama oleh masyarakat Muslim dalam menentukan sikap.
Fatwa Terbaru MUI: Penegasan Sikap Kehati-hatian
Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI terbaru, ditegaskan bahwa umat Islam tidak dianjurkan mengucapkan selamat hari raya agama lain, termasuk Natal. Penjelasan ini memperkuat pandangan hukum mengucapkan selamat natal menurut mui yang menekankan pentingnya menjaga batas antara toleransi sosial dan keyakinan agama.
Baca Juga:Rahasia Makeup Artist: Glowing Natural Tanpa Highlighter BerlebihanKulit Mulai Kehilangan Elastisitas? Ini Perawatan Ringan Anti-Aging Harian
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa larangan ini bertujuan mencegah tercampurnya ajaran agama. Ucapan selamat hari raya dinilai berpotensi masuk ke wilayah pengakuan terhadap keyakinan teologis agama lain, sesuatu yang harus dihindari dalam Islam.
Menjaga Akidah, Bukan Menutup Toleransi
Dalam konteks ini, hukum mengucapkan selamat natal menurut mui tidak dimaksudkan sebagai bentuk sikap eksklusif atau intoleran. MUI menegaskan bahwa umat Islam tetap diwajibkan berbuat adil, berakhlak baik, dan menjaga hubungan harmonis dengan non-Muslim.
Larangan yang ditekankan MUI lebih fokus pada aspek akidah dan ibadah. Mengikuti misa Natal, menggunakan atribut keagamaan, atau terlibat dalam ritual ibadah agama lain dianggap sebagai batas tegas yang tidak boleh dilanggar oleh umat Islam.
Pandangan Tokoh MUI yang Pernah Membolehkan
Meski demikian, dalam perjalanan waktu, hukum mengucapkan selamat natal menurut mui juga diwarnai oleh perbedaan pendapat sejumlah tokoh MUI. K.H. Ma’ruf Amin, saat masih menjabat sebagai Ketua MUI, pernah menyatakan bahwa ucapan Natal diperbolehkan dalam konteks toleransi sosial, selama tidak disertai pengakuan akidah atau keterlibatan ibadah.
Pandangan serupa juga disampaikan Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah, yang menilai ucapan tersebut sebagai bagian dari muamalah sosial di lingkungan masyarakat plural. Menurutnya, yang dilarang secara tegas adalah ikut serta dalam ritual keagamaan, bukan sekadar menjaga sopan santun sosial.
