BPN Akui, Tanah Bersertifikat Baru 54 Persen

BPN Akui, Tanah Bersertifikat Baru 54 Persen
Kepala BPN/ATR Kabupaten Bandung Hadiat Sondara menyampaikan keterangan pers saat diwawancarai di Gedung PWI Kabupaten Bandung, baru-baru ini. (Foto: ISTIMEWA)
0 Komentar

SUMEDANGEKSPRES.COM, Bandung — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bandung menggelar acara Ngopi (ngobrol ala PWI Kabupaten Bandung) dengan menghadirkan nara sumber Kepala ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN) H Hadiat Sondara Da a Saputra, baru baru ini.

Acara digelar di Sekretariat PWI Kabupaten Bandung, di Soreang. Pada saat itu hadir Ketua PWI Kahupaten Bandung H Rahmat Sudarmaji beserta jajaran pengurus dan anggota PWI.

Banyak hal yang disampaikan Kepala BPN Kahupaten Bandung Hadiat Sondara Ana Saputra dalam sesi dialog yang dipandu H Ayi Purnama tersebut. Terutama, permasalahan pertanahan di Kabupaten Bandung, termasuk soal program PTSL.

Baca Juga:Karang Taruna Tunas Karya Bangsa Resmi DilantikKembangkan Homestay, Dukung Desa Wisata

Dia mengatakan,
bidang tanah di Kabupaten Bandung yang sudah bersertifikat mencapai 611 ribu bidang atau baru 54 persen dari 1.280.175 bidang tanah yang ada di Kabupaten Bandung.

“Sisanya 46 persen bidang atau sekira 400 ribu lebih bidang yang belum terdaftar (belum bersertifikat). Jadi luas tanah di Kabupaten Bandung mencapai sekira 176 ribu hektar, tapi sebagian besar merupakan kawasan hutan. Yang harus ditangani secara hati-hati. Kalau bicara kehutanan, berarti bicara aset negara. Nah ini perlu hati hati. Banyak contoh kasus tanah masa masa lalu yang perlu diselesaikan,” kata Hadiat saat acara “Ngopi” di Sekretariat PWI Kabupaten Bandung, Soreang.

Pihaknya, kata Hadiat, saat ini telah menangani sedikinya 28 perkara permasalahan pertanahan di Kabupaten Bandung. Perkara sebanyak itu tidak seberapa bila dibandingkan daerah lainnya.

Mengenai bidang tanah yang belum diselesaikan, menurut Hadiat, harus serius diselesaikan pemerintah sesuai Undang Undang Pokok Agraria.

“Nah di sini jadi konsentrasi, pemerintah harus hadir. Karena sebetulnya pendaftaran tanah itu kewajiban pemerintah sesuai pasal 19 UU Pokok Agraria, jadi bukan kewajiban masyarakat itu amanah UU Pokok Agraria nomor 66 tahun 1960,” papar Hadiat.

Hanya persoalannya, tutur Hadiat, masalah anggaran di negara ini belum siap. Sehingga, munculah permohonan pemungutan dari perseorangan di masyarakat yang seharusnya menjadi kewajiban negara. Karena itu, sekarang gencar-gencarnya pemerintah melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

Mengenai program PTSL, Hadiat mengakui, masih ada program tahun lalu yang belum selesai, karena beberapa persoalan. Seperti kelengkapan berkas si pemilik tanah, di desa bersangkutan, ada masyarakat yang menolak ketika akan dilakukan pengukuran dan lain sebaginya.

0 Komentar