Untuk menata landscape saja, menurutnya, pihak The Lodge Group berinvestasi 1 Milyar. Angka tersebut bukan kalkulasi dari keseluruhan jumlah investasinya.
Disebutkan, investasi untuk penataan landscape agar lebih menarik dan nyaman tersebut bersifat pasif dan tidak akan ada income. Maka, dibuatlah cafe agar ada investasi aktif yang berpotensi memiliki income.
“Meskipun nanti nilai income-nya tidak akan sebanding dengan nilai investasi yang diberikan, ini tetap harus ada. Saya ngga mau kerjasama ini hanya enak di kita tapi tidak enak di investor,” tuturnya.
Baca Juga:Pembukuan Tak Benar, Rp 36 Juta MelayangPermintaan Telur Meningkat, Harga Masih Murah
Dengan manajemen yang konservatif, telah terbukti jumlah kunjungan ke Museum PGU sangat terbatas. Kunjungan 80% didominasi oleh siswa-siswi yang sedang mengikuti program tour sejarah dari sekolahnya. Sampai saat ini jumlah repetisi kunjungan sangat kecil. Pengunjung dari segmen tersebut hanya datang satu kali.
Melihat data tersebut, dia merasa harus merubah manajemen konservatif tersebut dengan yang lebih anyar. Dengan memasukan elemen-elemen kekinian seperti cafe, akan meningkatkan jumlah kunjungan dan repetisi kunjungan serta segmentasi dari pengunjung.
“Jika kafe ini telah rampung, maka daya tarik akan bertambah, dan jumlah pengunjung yang melakukan kunjungan ulang akan meningkat. Tidak terbatas oleh siswa-siswi saja,” Paparnya.
Ia membenarkan adanya upaya komersialisasi dalam rencananya. Mengingat dan menimbang kebutuhan dari operasional destinasi wisata tidaklah murah, komersialisasi adalah solusi.
“Harus komersil. Kalo mau maju ya harus komersil. Untuk menciptakan satu destinasi wisata itu perlu biaya yg tidak murah, maka harus komersil. Pemeliharaan, gaji karyawan, dan lain lain. Kalo tidak komersil, darimana dapat biaya untuk operasional tersebut,” ucapnya. (mg1)