SUMEDANGEKSPRES.COM, Kota – Ratusan kepala Desa (Kades) di Kabupaten Sumedang, mendatangi Kantor DPRD untuk melakukan audensi, Rabu (24/11).
Kedatangan para kades tersebut, untuk menegaskan penolakan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dihasilkan dari pajak dan retribusi.
Diketahui, DBH sendiri oleh pemerintah desa dialokasikan untuk membayar insentif pengurus RT/RW di wilayahnya masing-masing.
Baca Juga:Rancamulya Vaksinasi Capai 80 PersenSelesai Renovasi, SMPN 9 Siap Jalankan PTMT 50%
Sehingga dampak dari pemotongan tersebut, banyak pengurus RT/RW yang tidak akan mendapat insentif. Bahkan yang sebelumnya lancar, kedepannya justru akan terhambat.
Apdesi Kecamatan Wado Suhenda mengatakan, jika aspirasi tidak terealisasi dan tidak membuahkan hasil, maka pihak kades akan kembali melakukan audiensi.
“Bila nanti pimpinan dewan dan bupati tidak membuahkan hasil, secara terpaksa, kami akan ada rencana mogok kerja selama sebulan untuk seluruh desa di Sumedang,” ujarnya kepada Sumkes, Rabu (24/11).
Tak hanya itu, Suhenda pun menyebutkan jika pihaknya akan membawa pengurus RT RW yang minimal 40 orang perdesa. Jika dikalikan 270 desa, kemungkinan besar sekitar 10.800 akan hadir memadati kantor DPRD Sumedang.
“Karena kami tidak mampu menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan pemotongan DBH atau semacamnya. Biarkan Forkopimda menjelaskan langsung nanti kepada RT RW,” terangnya.
Namun demikian, lanjut Suhenda, pihaknya tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Apalagi dapat mengancam kondusifitas di Kabupaten Sumedang.
Oleh sebab itu, para kades berharap dari audensi yang telah dilakukan dapat membuahkan hasil yang positif.
Baca Juga:Penguatan Kompetensi Guru dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis ICTPuluhan Cabor Ikuti BK Porprov
“Sehingga di harapkan tupoksi DPRD sebagai pengawasan bisa membuahkan hasil. Dan menjamin tidak terjadi adanya pemotongan DBH,” ungkapnya.
Adapun solusi yang dapat mengatasi permasalahan honor RT RW, lanjut Suhenda, dengan mengikuti kegiatan pembinaan SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tingkat desa.
Akan tetapi, menurutnya kegiatan tersebut tidak memiliki payung hukum yang jelas. Sehingga para kepala desa takut terseret ke meja hukum.
“Sebab, tidak ada aturan yang memayungi setiap kegiatan yang dilakukan desa. Akan menjadi temuan pihak berwenang seperti Kejaksaan dan Inspektorat Daerah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Sumedang Asep Kurnia menanggapi keinginan dari para kepala desa yang menginginkan Pemerintah Daerah mengkaji ulang kebijakan tersebut.