Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang disajikan dalam K13. Mata pelajaran ini memiliki tuntutan yang sama dengan mata pelajaran yang lain dalam membentuk karakter peserta didik. Pendidikan jasmani menjadi bagian integral dari pendidikan keseluruhan, oleh karena itu, tidaklah lengkap jika pendidikan tanpa pendidikan jasmani. Sesuai dengan SK Mendikbud No:413/U/1987 bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan mengembangkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual, dan emosional melalui berbagai aktivitas jasmani. Hal ini menunjukkan keselarasan eksistensi penjas dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam UU Sisdiknas pasal 3, yakni pentingnya peranan penjas dalam pendidikan untuk mewujudkan pendidikan nasional.
Langkah yang kedua, adalah meningkatkan kompetensi pendidik penjas. Upaya suksesi K13 tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan jasmani sebagai bagian integral dari kurikulum di Indonesia. Pengintegrasian nilai-nilai moral sebagai ciri khas K13 dalam penjas merupakan keniscayaan. Dengan demikian, kompetensi pendidik untuk mengaplikasikan integrasi nilai moral dalam pendidikan jasmani harus diperbaharui sehingga integrasi nilai tersebut tidak hanya menjadi sebuah pajangan dalam kurikulum.
Kualitas pendidik diyakini sebagai faktor penting dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah (Maksum, 2010). Oleh karena itu, pendidik penjas tidak hanya dituntut untuk menguasai penjas sebagai keterampilan motorik, tetapi juga mampu mengintegrasikannya dengan nilai-nilai moral dalam membentuk karakter peserta didik karena sejatinya peranan pendidik bukan saja perpindahan ilmu tetapi juga nilai (J.Julia and Tedi Supriyadi, 2017; Supriyadi, 2016). Untuk hal itu, pendidik penjas perlu dibekali berbagai disiplin ilmu yang ada korelasinya dengan pengembangan kepenjasan, dalam arti, upaya mewujudkan pendidik penjas yang berkualitas diperlukan pendekatan interdisipliner.
Baca Juga:Satu Rumah Milik Guru di Mulyasari Hangus Terbakar, Merugi Ratusan JutaBelum Sebulan Perbaikan, Gorong-gorong Kembali Rusak
Kegagalan seorang pendidik dalam membangun suatu karakter pada atlet, atau calon pelatih atau pembina merupakan sebuah evaluasi sekaligus refleksi terhadap pemikiran mereka yang mungkin saja selama ini memandang dirinya sebagai pendidik yang sukses dalam membelajarkan peserta didik. Akan tetapi, menurut Joyce B. Weils & M. Calhoun, (1996), pendidik yang sukses bukan sekedar penyaji yang karismatik dan persuasif, tetapi pendidik yang sukses adalah mereka yang melibatkan para peserta didik dalam tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, dan mengajari mereka bagaimana mengerjakan tugas-tugas tersebut secara produktif.