Langkah yang ketiga, upaya melakukan rekonstruksi pembelajaran penjas melalui pengembangan model-model pembelajaran penjas berbasis pengembangan karakter. Konsep pendidikan karakter adalah proses menanamkan karakter atau nilai-nilai tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalankan kehidupan (Andriany, 2016). Karena pendidikan tidak saja dipahami sebagai bentuk pengetahuan, tetapi juga dijadikan sebagai bagian dari hidup dan secara sadar hidup berdasarkan pada nilai -nilai etika (Ryan et al., 1999), maka untuk menumbuhkan karakter, harus melibatkan metode, teknik, dan materi agar tujuan dari pendidikan karakter itu tercapai (Licona, 1991). Dengan kata lain, untuk mencapai tujuan nilai-nilai karakter, dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang efektif (DeBusk & Hellison, 1989; Metzler, 2017; Wortham, 2006; Yun-fei, 2004).
Istilah model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu kegiatan (Winataputra, 2005). Hal ini berarti bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Clarke & Hollingsworth, 2002; Joyce, B. Weils, M. & Calhoun, 1996; Nurdyansyah & Fahyuni, 2016; Rusman, 2011; Tayeb, 2017; Trianto., 2010).
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa model pembelajaran memiliki beberapa fungsi, antara lain, adalah 1) sebagai pedoman, 2) sebagai alat bantu dalam mengembangkan kurikulum, 3) sebagai acuan dalam menetapkan bahan pembelajaran, dan 4) untuk membantu perbaikan dalam mengajar (Iru & Arihi, 2012). Adapun suatu model memiliki ciri-ciri, yakni (1) berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar; (2) mempunyai misi dan tujuan tertentu; (3) sebagai pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar-mengajar di kelas; (4) mempunyai bagian yang berupa (a) urutan langkah-langkah pembelajaran, (b) ada prinsip-prinsip reaksi, (c) sistem sosial, dan (d) sistem pendukung; (5) memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran; (6) memuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilih (Rusman, 2011; Yazidi, 2014).
Baca Juga:Satu Rumah Milik Guru di Mulyasari Hangus Terbakar, Merugi Ratusan JutaBelum Sebulan Perbaikan, Gorong-gorong Kembali Rusak
Joyce, B. Weils, M. & Calhoun (1996, h. 95-399) mengklasifikasikan model pembelajaran ke dalam empat kelompok, yaitu (1) Kelompok model pemrosesan informasi, yang menitikberatkan pada bagaimana pendidik dan peserta didik dapat memperoleh, mengelola, dan menjelaskan informasi dengan baik, serta membantu peserta didik menjadi pembelajar yang lebih unggul; (2) Kelompok model sosial, yang lebih menekankan pada pengembangan yang dapat dilakukan pendidik dan peserta didik secara bersama-sama untuk menciptakan suasana demokratis dalam masyarakat; (3) Kelompok model personal, yang bertujuan untuk merancang sebuah sekolah yang mengadopsi filosofi tidak langsung sebagai intisari pendekatan dalam pengajaran; dan (4) Kelompok model sistem perilaku, yang menekankan pada kegiatan menciptakan peserta didik yang mempraktikkan tingkah laku yang lebih produktif