sumedangekspres – Dalam hadits, “Tidur orang yang berpuasa adalah bernilai ibadah” seringkali menjadi sorotan dan pertanyaan serta tema yang diangkat saat kajian Ramadhan. Hadits tersebut disampaikan umumnya dalam rangka menjelaskan keutamaan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dilansir dari NU Online, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Jami Al-Kabir menyebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi, Ad-Dailami, dan Ibnun Najjar.
Hadits “tidur orang yang berpuasa bernilai ibadah” diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abi Awfa Al-Aslami ra. Imam Al-Baihaqi mengatakan, di dalam riwayatnya terdapat perawi bernama Ma’ruf bin Hassan yang statusnya daif dan perawi bernama Sulaiman bin Amr An-Nakha’i yang lebih daif dari Ma’ruf. Berikut ini bunyi hadits tersebut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ، وَصَمْتُهُ تَسْبِيحٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَذَنْبُهُ مَغْفُورٌ”
Artinya:
“Dari sahabat Abullah bin Abi Awfa ra, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya tasbih, amalnya berlipat ganda, doanya diterima, dan dosanya diampuni,’” (HR Baihaki).
Baca Juga:Nonton Drama Korea Saat Puasa, Bagaimana Hukumnya ? Sholat Sunnah Qobliyah Subuh Lengkapi Ibadah Ramadhan, Begini Niat dan Tata Caranya
Yang perlu kitabingat, jangan mencoba memahami hadits tersebut hanya secara harfiah saja. Menurut Syekh Abdurrauf Al-Munawi dalam Kitab Faidhul Qadir, hadits ini secara singkat, ‘Tidur orang yang berpuasa bernilai ibadah, diamnya (lain riwayat ‘nafasnya’) seperti kedudukan tasbih, amalnya berlipat ganda karena sebuah kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat, doanya diterima, dan dosa kecilnya diampuni selagi orang yang berpuasa menjauh dosa besar.
Pada dasarnya, kita harus memahami bahwa puasa adalah ibadah istimewa. Puasa merupakan ibadah yang berisi tuntutan untuk menjauhi hal yang membatalkan puasa dan larangan agama.
Puasa berbeda dengan ibadah lain. Orang yang melaksanakan ibadah puasa tidak dituntut untuk melakukan sesuatu sebagaimana ibadah lain. Berbeda dengan ibadah shalat, zakat, atau haji yang mengandung gerakan aktif, ibadah puasa tidak menuntut gerakan aktif, tetapi justru gerakan pengendalian.
Dalam ibadah shalat, zakat, dan haji tidak dapat melakukannya sekaligus beraktivitas lain, termasuk sambil tidur. Sementara, orang yang melaksanakan ibadah puasa dapat melaksanakannya sekaligus dengan aktivitas lain karena memang tidak ada tuntutan untuk gerakan aktif ibadah pada puasa yang dianggap sebagai keistimewaan itu tadi.