“Kami bukan teroris. Tangan kami tidak berlumur darah. Kami taat hukum Amerika. Kami hanya ingin menjaga diri dan keluarga kami. Kami bangga jadi anggota NRA,” bunyi publikasi resmi di NRA.
Berarti masyarakat Amerika tetap terbelah. Presiden Joe Biden yang kemarin ke Uvalde diteriaki sebagian masyarakat di sana. “Lakukanlah sesuatu agar tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini,” teriak mereka seperti dilaporkan media di sana. “I will do,” balas Biden.
Apa maksud I will do kita tahu. Tapi bagaimana merealisasikannya itulah persoalan besarnya.
Baca Juga:Survei IDM: Airlangga Tokoh Sipil Terkuat, Miliki Kans Menangi Pilpres 2024Airlangga Kunjungi Jerman, Peluang Tarik Investor ke Indonesia Terbuka Lebar
Sepuluh hari lalu Biden juga ”melayat” ke korban penembakan masal di Buffalo, bagian paling utara Amerika. Dan kini melayat serupa di bagian paling selatan negara itu. Bahkan di saat Biden ke Uvalde ini pun ada penembakan lainnya di Alabama.
Bisa jadi pekerjaan utama Biden nanti hanya melayat seperti itu. Dari utara ke selatan. Dari timur ke barat.
Tentu ada yang selalu bisa disalahkan. Dalam kasus Uvalde, yang diincar adalah Pedro ”Pete” Arredondo. Umurnya 50 tahun. Ia adalah kepala polisi sekolah distrik Uvalde. Pete dianggap terlalu lambat mengambil keputusan. Kelak akan diungkap berapa dari 19 siswa yang tewas itu bisa selamat.
Kalau saja Pete tidak lelet. Siapa tahu di antara 19 itu sebenarnya ada yang belum meninggal. Ia hanya terluka. Tapi terlalu lama tergeletak di lantai. Sekitar 1 jam. Sampai mati kehabisan darah.
Padahal doktrin keadaan krisis seperti itu tegas: lakukan ICE. Isolate, Catch, Evacuate. Pojokkan pelakunya. Ringkus pelakunya. Evakuasi korbannya.
Polisi sebenarnya sudah tiba di lokasi hanya beberapa menit dari peristiwa. Tapi
yang didatangi pertama justru lokasi di depan rumah mayat. Di sebelah sekolah.
Dari situ memang ada pengaduan ke 911. Yakni ketika dua orang yang baru jeluar dari rumah mayat ditembak Salvador Ramos remaja 18 tahun itu. Lokasi rumah mayat yang di sebelah sekolah menyebabkan polisi tidak mengira ada juga penembakan di sekolah. Yang justru lebih dahsyat. Dengan pelaku yang sama.
Baca Juga:Menko Airlangga dan Perdana Menteri Belanda Bahas Perluasan Kerja SamaNetizen Sematkan Bintang 1 untuk Sungai Aare, Lokasi Hilangnya Anak Ridwan Kamil
Polisi akhirnya juga ke sekolah itu. Tapi lebih banyak berkumpul di koridor. Tidak segera bertindak. Sampai ada orang tua siswa yang minta ke polisi agar memberikan senjata dan rompinya. Ia sendiri yang akan mendobrak masuk ke dalam kelas.