sumedang, KOTA – Adanya warga Sumedang yang berperkara di Pengadilan Agama (PA) dan menyesalkan serta tidak puas dengan hasil putusan sidang Rekonvensi harta gono gini di PA Sumedang pada tanggal 18 April 2022 ditanggapi Kepala PA Sumedang Drs H Didi Nurwahyudi MH.
Menurutnya, Pengadilan Agama Sumedang akan menyampaikan hak jawab atas pemberitaan pada Selasa (16/8) lalu. Dimana, pihaknya akan menjelaskan tentang perihal menggugat peradilan.
Dikatakan Didi, kebebasan Hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman dijamin oleh Undang-Undang 1945, dan Undang-Undang lainnya, dalam pasal 24 ayat 1 Undang-Undang 1945, pasal 1 dan angka 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Baca Juga:Aparat Desa Pahami Tugas dan Amanah, Dalam Kelola Keuangan dan AsetTak Terkendala Peduli Lindungi, Pengunjung Bioskop XXI Jatos Sepi
“Nanti untuk lebih jelasnya dan lebih tegasnya itu akan kami sampaikan tertulis,” katanya kepada Sumeks
Didi menjelaskan, adapun yang lainnya yang perlu ditandaskan bahwa Hakim dalam melaksanakan tugas atau Pejabat Pengadilan itu tidak dapat dilaporkan kepada Polisi, dan di perkarakan baik secara Perdata ataupun Pidana. Aturannya sudah ada sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 09 tahun 1976, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2002.
“Dan, terakhir perlu saya tandaskan di sini mengapa hal itu tidak diperkenankan dalam tatanan hukum kita, karena para pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan itu dapat melakukan upaya hukum seperti Banding, Kasasi dan Peninjauan kembali (PK),” kata Didi.
Kemudian, kata dia, upaya hukum yang sebagaimana dijelaskan tadi untuk menjembatani antara pihak penggugat dan pihak tergugat. Mungkin ada hal-hal yang tidak dipahami dalam putusan dan lain sebagainya, tentang alat bukti.
“Jadi tentang bukti kepemilikan, itu bukan pada keterangan saksi tapi pada bukti surat kepemilikan seperti surat Sertifikat kepemilikanya. Disini Hakim tidak mudah dalam mempertimbangkannya, dan disini tentunya Hakim akan mempertimbangkan – mempertimbangkan dalam keputusannya,” katanya.
Didi mengatakan, perlu disampaikan disini bahwa Ketua Pengadilan Agama pun, itu tidak boleh masuk ke dalam perkara yang sudah ditangani oleh Majelis Hakim. “Karena kalau saya masuk, itu nanti saya melanggar etika, kalau saya masuk dan mempengaruhi berarti saya punya kepentingan, untuk memenangkan atau untuk mengalahkan pihak-pihak,” jelasnya.