sumedang, KOTA – Untuk Program Transformasi Sekolah Simpati (PTSS ) di SMPN 6 Sumedang saat ini masih belum sepenuhnya diterapkan. Karena, pada saat program ini digulirkan guru-guru itu semua sudah membuat program pembelajaran.
Seperti biasa di awal tahun pelajaran semua guru membuat program pembelajaran tepatnya di bulan Juli, sementara program PTSS ini baru masuk bulan Agustus. Artinya, kalau sekolah harus membuat program seperti ini, dikhawatirkan guru-guru kerepotan, harus mengubah atau mengulang atau mengganti program yang sudah diterapkan.
Hal itu disampaikan Kepala SMPN 6 Sumedang Jatnika Pria Utama MPd kepada Sumeks di kantornya, Selasa (11/10).
Baca Juga:Pendataan Beri Manfaat Bagi Pelaku UMKMRibuan Kasus DBD Landa Sumedang, Periode Januari-September 14 Meninggal
“Oleh karena itu, saya sebagai Kepala Sekolah menginstruksikan PTSS kepada semua guru di SMPN 6 Sumedang. PTSS ini adalah ruh dari program yang dibuat para guru. Kalau guru-guru sudah membuat program, nanti pada pelaksanaannya ruh dari PTSS dimasukkan atau dikolaborasikan. Artinya, untuk SMPN 6 Sumedang sendiri PTSS ini dijadikan ruh saja untuk program pembelajaran guru dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sehari -hari sehari-hari,” katanya.
Jatnika mengatakan, PTSS itu tidak terkait dengan sekolah penggerak, PTSS itu hanya Program Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik). Dari hasil analisis kondisi pembelajaran dari mulai zaman covid, kemudian sekarang nyambung ke Merdeka Belajar.
“Artinya Pak Kadis itu mungkin melihat, dalam proses pembelajaran itu ada yang harus dirubah, ada yang harus ditambah dan ada yang harus diperkuat. Sebagai orang yang inspiratif, maka pak Kadis menciptakan berbagai metode. Seperti yang dulu kan pernah ada 7 komplementer metode pembelajaran, sekarang ditambah dengan PTSS,” jelasnya.
Sebenarnya, kata dia, penafsiran PTSS dari beberapa Kepala Sekolah berbeda-beda. Ada yang membuat PTSS ini sebagai suatu program di satu sekolah.
“Ada juga yang seperti saya, dimana saya menilai PTSS ini adalah ruh atau jiwa dari proses pembelajaran. Artinya sampai saat ini saya belum menganggap ini sebagai suatu program yang harus dibuat di sekolah, tapi ini dijadikan ruh atau jiwa dalam proses pembelajaran seperti biasa,” jelasnya.