sumedangekspres – Mocharam Kolopaking dan Sumarni pasangan kekasih yang begitu tulus dan teguh mempertahankan janji sucinya setelah 27 tahun Bertunangan.
Waktu yang begitu panjang dan melelahkan, bukan suatu halangan bagi keduanya, untuk mempertahankan cinta mereka apalagi setelah 27 tahun bertunangan.
Sama halnya dengan kebanyakan orang, bertunangan merupakan sebuah janji suci yang harus dipertahankan Mocharam dan Sumarni untuk menuju kepada sebuah perkawinan.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca Untuk Beberapa Kabupaten Kota di Jawa Barat Rabu 14 Desember 2022 Berdasarkan BMKGResep Membuat Bola-bola Singkong Pelangi, Jajanan Pasar Yang Paling Disukai Anak-anak
Dilansir dari radarutara.disway.id, kisah ini terjadi sekitar tahun 1949, Mocharam Kolopaking dan Sumarni dua sejoli yang saling jatuh cinta.
Pertemuan itu terjadi di Banda Aceh, keduanya saling tertarik dan jadilah sepasang kekasih hingga bertunangan pada tahun 1950.
Keputusan untuk bertunangan, lantaran diantara keduanya merasa saling cocok satu sama lain.
Maka tak berlebihan, jika keduanya berniat untuk melanjutkan hubungan hingga ke jenjang pernikahan.
Namun rencana tinggal rencana, di tahun 1951, Mocharam Kolopaking mendapat panggilan untuk melanjutkan pendidikannya ke negeri Kincir Angin, Belanda.
Bahkan waktu yang harus ditempuh juga cukup lama. Mocharam harus menjalani pendidikannya sekitar 2 sampai 3 tahun.
Sejak tunangannya pergi ke negeri Belanda, Sumarni tak pernah mendapat kabar lagi. Hanya saja, Sumarni hanya mendapat berita saat negeri Belanda dilanda banjir.
Sekian lama menunggu, Sumarni tak kunjung mendapat kabar dari Mocharam.
Baca Juga:Mengetahui Pentingnya Pengendalian dan Mitigasi Inflasi Perdesaan di Jawa Barat Melalui Sekolah LapanganCAT Cara KPU Menghindari Kecurangan Dalam Perekrutan Calon PPK
Karena lama tak dapat kepastian dari Mocharam, Sumarni dikenalkan orang tuanya dengan seorang pemuda lain.
Namun Sumarni tidak pernah menanggapinya. Ia selalu teringat kata-kata tunangannya, agar tidak selalu mempergunakan perasaan, tapi menggunakan pikiran.
Kata-kata itulah yang selalu menguatkannya untuk menghadapi berbagai cobaan.
Setiap kali ditanya, bagaimana jika Mocharam sudah berkeluarga di Belanda? Sumarni pun selalu menjawab “calonnya itu orang yang terbuka dan tidak ada satupun yang ditutupinya, dan ia percaya tunangannya”.
Penantian sangat panjang, berkisar antara tahun 1951-1977, Sumarni pun mengalami banyak cobaan.
Bagi Sumarni perkawinan itu ibarat lotere, kalau sekali salah pilih akan seterusnya demikian. Sesuatu yang terjadi ditentukan oleh pertama kali menentukan pilihan.