sumedangekspres – Indonesia adalah negara kepulauan yang berjumlah mencapai 17.000 pulau. Masing-masing pulau memiliki keindahan tersendiri disertai dengan hewan yang khas. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki budaya, agama, dan suku yang melimpah. Salah satu suku yang terkenal adalah Suku Baduy.
Seiring berkembangnya teknologi, Indonesia sudah tercampuri beberapa unsur yang modern, seperti mesin-mesin canggih, peralatan rumah tangga bermuatan listrik, dan masih banyak lagi.
Kabar bahagianya, masih banyak orang yang membudayakan tradisi dan melestarikannya. Kota Sumedang adalah salah satu kota yang masih melestarikan adat dan budayanya. Terbukti oleh adanya beberapa sanggar tari tradisional, seperti jaipongan dan tari klasik.
Baca Juga:Terbaru, Cara Nonton TV Digital Tanpa Set Top Box!Honda Civic Turbo: Harga, Fitur dan Spesifikasi
Di luar itu, Sumedangekspres merangkum penjelasan mengenai Suku Baduy Dalam, berikut penjelasannya.
Di manakah Suku Baduy Dalam masih dipertahankan ditengah gempuran westernisasi?
Suku yang unik ini berada di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Di dalamnya terdapat urang Kanekes, yaitu masyarakat yang masih memegang teguh kearifan lokal. Terdapat sekitar 26.000 jiwa yang terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Perbedaan Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar
Kedua wilayah ini dapat dibedakan melalui tradisi dan norma adat yang berlaku.
Berbeda dengan Baduy Dalam, Baduy luar ini sudah menerima pengaruh budaya modern. Sebagai upaya untuk bertahan hidup, Ketua Adat atau yang biasa dipanggil Jaro memperkenankan masyarakat untuk menggunakan barang elektronik dan produk buatan pabrik. Masyarakat Baduy Luar juga biasanya lebih terbuka terhadap orang-orang dari luar.
Sedangkan masyarakat Baduy Dalam sendiri cenderung lebih memilih untuk menutup diri dari kemajuan zaman dan hanya memegang teguh pada kearifan lokal yang diturunkan dari leluhur dan nenek moyang mereka. Suku ini juga masih menganut konsep pikukuh, yaitu aturan adat istiadat yang menonjolkan mengenai keapaadaan. Aturan-aturan didalamnya bersifat mutlak sehingga mengandung lebih banyak larangan-larangan.
Pemimpin Suku atau Ketua Adat tertinggi adalah Pu’un dan Jaro sebagai wakilnya. Ada salah satu tradisi yang dilakukan setiap waktunya oleh masyarakat dengan tujuan untuk memuliakan pemimpin mereka, tradisi ini bernama Seba. Mereka menyerahkan hasil bumi kepada para pemimpinnya.