Nilai Emas Menguat Di Tengah Penurunan Dolar AS

Keuntungan emas didorong oleh melemahnya dolar AS.
Keuntungan emas didorong oleh melemahnya dolar AS.
0 Komentar

sumedangekspres – Nilai emas menguat pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB). Keuntungan emas di sesi ketiga berturut-turut, didorong oleh melemahnya dolar AS pasca pernyataan disinflasi oleh Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell.

Nilai emas menguat setelah Jerome Powell menunjukkan sedikit tanda tekanan hawkish terhadap pasar tenaga kerja yang tangguh di Amerika Serikat. Peristiwa itu meningkatkan harapan bahwa suku bunga tidak akan naik lebih jauh.

Nilai emas menguat karena ditunjang oleh kontrak emas paling aktif untuk pengiriman pada bulan April di Divisi Comex New York Exchange. Nilainya terdongkrak dari 5,9 dolar AS, atau 0,31 persen, menjadi 1.890,70 dolar AS per ounce setelah diperdagangkan. Bahkan, nilai itu mencapai level tertingginya di 1.898,90 dolar AS, dan terendah 1.881,40 dolar AS.

Baca Juga:Gempa Turki Telan 12.000 Korban JiwaKades Cimanggung: Musrenbang Jadi Ajang Seremonial

Dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal pada Rabu (8/2), Presiden Federal Reserve New York, John Williams, menghimbau Federal Reserve untuk mempertahankan suku bunga restriktif selama beberapa tahun dalam mengendalikan inflasi. Harapannya, suku bunga Fed akan berada pada tingkat 5—5,25 persen.

Lisa Cook, Gubernur Federal Reserve mengatakan pada hari Rabu (8/2), laporan pekerjaan pada bulan Januari yang kuat telah meningkatkan harapannya untuk soft landing, membuatnya yakin untuk kembali ke target inflasi 2,0 persen tanpa meningkatkan skala pengangguran.

Departemen Perdagangan AS melaporkan pada hari yang sama, persediaan grosir AS naik tipis 0,1 persen pada bulan Desember. Itu merupakan kenaikan terkecil sejak Juli 2020.

“Jika laporan pasar tenaga kerja yang kuat atau laporan inflasi yang lebih tinggi terus berlanjut, Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga lebih dari harga saat ini.” kata Powell.

The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 450 basis poin selama setahun terakhir, membawanya ke puncak 4,75 persen dari hanya 0,25 persen pasca wabah COVID-19 pada Maret 2020.

“Risiko sebenarnya adalah, berapa banyak kenaikan suku bunga yang bisa kita lakukan, daripada jumlah kenaikan berikutnya.” kata Saira Malik, kepala investasi di manajer aset Nuveen.

Para ekonom bertaruh, bahwa pasar kerja yang tidak stabil, sejadinya akan memaksa bank sentral untuk menaikkan suku bunga sekitar dua kali lebih banyak. Nilai itu lebih tinggi daripada yang diantisipasi oleh Powell. ***

0 Komentar