Di dunia tengah (manusia) berlaku hukum kausalitas, yakni segala tumbuhan akan subur kalau air hujan bertemu dengan tanah. Rusaknya tanaman juga terjadi karena hukum kausalitas, yakni dimakan hama. Tetapi terjadinya tiga butir telur dari tiga titik air mata di dunia bawah tidak berlaku hukum kausalitas, tetapi hukum spontanitas.
Bagaimana bisa dimengerti oleh manusia bahwa tiga tetes air mata dapat menjadi tiga butir telur. Dan tiga butir telur tiba- tiba menjadi tiga mahluk hidup, Kalabuat, Budugbasu, dan Nyi Pohaci Bagaimana pula dapat dipahami oleh hukum kausalitas dunia manusia, kalau tubuh Nyi Pohaci dapat menjadi berbagai jenis tumbuhan Semua itu terjadi atas dasar hukum rohaniah spontanitas (jadi, maka jadilah).
Alam rohani itu bekerja bukan berdasarkan hukum sebab- akibat manusia. Manusia itu lahir akibat hubungan seksual lelaki dan perempuan. Tetapi Nyi Pohaci bukan hasil kerja seksual siapa pun.
Baca Juga:Kisah Legenda Keong MasKisah Legenda Danau Toba
Nyi Pohaci itu berasal dari setetes air mata Dewa Anta, jadi seksual atau nonseksual, itulah sebabnya ia keramat. Dan yang keramat itu akan membawa berkat bagi manusia.
Jadi, mitos Nyi Pohaci mengandung hasil renungan pemikiran manusia Sunda lama tentang bagaimana asal-usul adanya segala macam tumbuhan yang amat bermanfaat bagi masyarakat Sunda. Bagaimana berbagai jenis padi itu ada bagaimana bambu itu ada. Bagaimana jenis tanaman merambat itu ada. Bagaimana pohon enau itu ada Bahkan bagaimana rumput-rumput itu ada.
Semua itu diperlukan orang Sunda setiap hari bagi kepentingan kelangsungan hidupnya. Padi untuk makanan pokok. Tanaman merambat untuk makanan tambahan. Rumput untuk ternak.
Bambu untuk rumah. Dari pohon enau diperoleh ijuk untuk atap rumah. Enau juga menghasilkan tuak untuk kepentingan upacara religi. Dan masih banyak lagi rinciannya.
Semua itu dari mana asalnya? Tentu bukan dari usaha manusia sendiri. Semua itu hadir secara eksistensial berkat hukum spontanitas dunia rohani tadi. Tentu saja pola pikir yang demikian itu bukan monopoli manusia Sunda.
Semua mitologi umat manusia berpola demikian. Persoalannya bagaimana alam lingkungan yang tersedia bagi manusia Sunda diberi tanggapan lewat realitas kesadarannya (budaya).