Upacara Adat Ngalaksa: Adat Istiadat Sumedang Sebagai Wujud Rasa Syukur Atas Hasil Panen Yang Berlimpah

Upacara Adat Ngalaksa: Adat Istiadat Sumedang Sebagai Wujud Rasa Syukur Atas Hasil Panen Yang Berlimpah
Upacara Adat Ngalaksa (ist/disparbud.jabarprov.go.id)
0 Komentar

sumedangekspres – Upacara Adat Ngalaksa, Adat Istiadat Sumedang sebagai wujud rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.

Upacara Adat Ngalaksa merupakan sebuah upacara adat Sunda yang dilaksanakan setiap tahun di daerah Rancakalong, Kabupaten Sumedang.

Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil panen yang melimpah di sawah masyarakat.

Baca Juga:Sepak Terjang Gatot Mangkoepradja, Pahlawan Nasional Dari Sumedang3 Senjata Tradisional Bali, Salah Satunya Ada Keris Juga?

Tradisi ini menggambarkan kepercayaan masyarakat terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Sri dan roh nenek moyang yang telah meninggal.

Kata “Ngalaksa” sendiri merupakan kata kerja dengan imbuhan “Nga-” dalam bahasa Sunda, yang menggambarkan proses pembuatan makanan laksa oleh warga yang menjadi pemangku acara (Rurukan) selama tujuh hari tujuh malam.

Upacara ini disertai dengan iringan musik Tarawangsa dan kecapi buhun yang disebut Jentreng.

Laksa adalah makanan berbahan dasar tepung beras yang dibuat seperti lontong dan dibungkus dengan daun congkok.

Proses pembuatan laksa ini menjadi tahap penting dalam ritual upacara.

Laksa tersebut kemudian direbus dengan daun combrang, dan jumlahnya mencapai ribuan bungkus, sebanding dengan jumlah tepung yang telah dipersiapkan.

Masyarakat percaya bahwa jumlah bungkus laksa yang berhasil dihasilkan pada saat itu akan menggambarkan keberhasilan panen berikutnya.

Jika jumlahnya lebih banyak dari tahun sebelumnya, mereka yakin bahwa hasil panen berikutnya akan lebih melimpah.

Baca Juga:Progres Kota Bandung Sehat Semakin Nyata, ODF Telah Mencapai 100 PersenJabatan Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum Berakhir 5 September 2023 DPRD Jabar Umumkan Pengusulan Pemberhentian

Asal-usul tradisi Ngalaksa bermula pada tahun 1620-an, saat wilayah Sumedang berada dalam kekuasaan Kerajaan Mataram.

Kondisi sulit menyebabkan masyarakat Sumedang mengalami paceklik, sehingga mereka mengirim utusan untuk membawa benih padi dari Cirebon.

Setelah berhasil, masyarakat Sumedang mengolah padi menjadi laksa yang kemudian dikirimkan sebagai bekal perang ke Cirebon.

Tradisi membuat laksa ini terus berlanjut dan dijalankan setelah setiap panen, sebagai ungkapan rasa syukur atas kesuksesan hasil panen.***

0 Komentar