sumedangekspres – Sebuah video yang menampilkan sosok yang sangat mirip dengan mantan Presiden RI, Soeharto, mendadak menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh Erwin Aksa, seorang pengusaha dan politisi dari Partai Golkar, melalui akun Instagramnya.
Dalam video yang mengundang perhatian itu, ‘Soeharto’ mempromosikan wakil dari Golkar untuk Pemilu 2024.
Baca Juga:Gejala Kayak Maag, Kanker Pankreas Bisa Serang Anak MudaIni Daftar Negara Paling Mager di Dunia, Indonesia Nomer 1?
“Pada 14 Februari 2024, kami akan berkumpul untuk menentukan nasib bangsa kita. Kita akan memilih wakil rakyat yang memiliki kemampuan untuk mendengar dan mewujudkan aspirasi masyarakat,” ujar sosok ‘Soeharto’ dalam video di akun Instagram @erwinaksa.id.
Selanjutnya, AI Soeharto ini mengajak Indonesia untuk memilih wakil rakyat dari Partai Golkar di Pemilu 2024 mendatang.
“Saya Presiden Soeharto, Presiden Indonesia yang kedua, mengajak anda untuk memilih wakil rakyat dari Golkar yang bisa melanjutkan mimpi saya tentang kemajuan Indonesia,” lanjut Soeharto.
Namun, apa yang membuat video tersebut menarik perhatian bukanlah pesan politiknya, melainkan pengakuan Erwin Aksa bahwa video tersebut adalah hasil rekayasa teknologi kecerdasan buatan (AI).
“Video ini dibuat menggunakan teknologi AI untuk mengingatkan kita betapa pentingnya suara kita dalam pemilihan umum yang akan menentukan masa depan agar harapan rakyat Indonesia terwujud dan sejahtera,” tulis Erwin Aksa dalam caption unggahannya.
Teknologi yang digunakan, dikenal sebagai deepfake, mampu menciptakan konten yang sangat menyerupai aslinya, terutama wajah dan suara seseorang.
Fenomena ini mengundang pertanyaan tentang dampaknya terhadap proses demokrasi, keaslian informasi, dan dukungan publik.
Baca Juga:Kamu Mageran? Kata Dokter Awas Meninggal Kena Kanker Pankreas!Berhenti Merokok dengan Permen Karet? Emang Bisa? Ini Kata Dokter
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah merespons perkembangan ini dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) yang berfungsi sebagai panduan etik dalam penggunaan AI.
“Surat edaran AI ini kita memang ingin memberikan panduan etik kepada masyarakat, sampai pada waktunya kita menyusun regulasi atau Undang-undang secara hukum,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie.
Penting untuk mencatat bahwa sementara SE tersebut memberikan panduan, penggunaan dan pengembangan AI tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Membuat sesuatu di-declare aja kalau ini memang produk AI. Karena ini teknologi baru semoga ini teknologi bisa berguna peningkatan produktivitas,” tambah Budi Arie.