sumedangekspres – Pelajar SD di Sumedang Belajar di Terpal, Imbas Gempa Sumedang.
Gempa yang melanda Sumedang belum lama ini telah meninggalkan dampak yang mendalam, terutama di sekolah-sekolah di daerah tersebut.
Salah satunya adalah SDN Sudapati di Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang, di mana anak-anak sekolah terpaksa belajar di halaman dengan bernaungkan tenda terpal.
Baca Juga:Sumedang SIMPATI: Menuju Transformasi Infrastruktur Jalan yang Cepat dan Aman Pasca PandemiKKN Tematik Gotong Royong Membangun Desa (GRMD) Putaran ke-2 Tahun 2024
Kejadian ini menjadi cerminan kondisi infrastruktur pendidikan yang perlu mendesak untuk direvitalisasi.
Anak-anak di SDN Sudapati, yang seharusnya menikmati pembelajaran di dalam ruangan kelas yang nyaman, kini harus beradaptasi dengan kondisi yang jauh dari ideal.
Pasca-gempa, retakan dan kerusakan pada bangunan sekolah menjadi ancaman serius terhadap keselamatan siswa.
Dari lima ruang belajar yang ada di sekolah tersebut, empat di antaranya tidak dapat digunakan, meninggalkan siswa dan guru dengan keterbatasan ruang yang signifikan.
Guru SDN Sudapati, Teti Darwati, mengungkapkan kekhawatiran atas kondisi bangunan sekolah yang memburuk setelah gempa.
Retakan yang semakin parah dan ambruknya salah satu tembok ruangan menambah kompleksitas masalah tersebut.
Ia menjelaskan bahwa ruang kelas yang terdampak belum mendapatkan perbaikan selama 17 tahun, dan kondisi ini menjadi lebih kritis setelah gempa baru-baru ini.
Baca Juga:Kolaborasi Responsif100 Korban Gempa Sumedang Terima Bantuan Dari Ikatan Alumni Notariat Undip Semarang
“Ruang kelas yang terdampak ini sudah 17 tahun tidak mendapatkan rehab, ditambah kemarin ada gempa dan pas kita cek saat masuk sekolah ternyata ditemukan ada retakan, dan retakan baru. Jadi bukan retakan lama, tapi retakan baru,” paparnya.
Retakan tersebut terus bertambah parah setiap harinya, dan tidak hanya merusak dinding, tetapi juga mengancam integritas bangunan secara keseluruhan
. Kondisi ini memaksa kegiatan belajar mengajar dipindahkan ke halaman sekolah dengan tenda terpal sebagai alternatif sementara.
Keputusan ini diambil untuk memastikan keselamatan siswa, mengingat ketidakpastian kondisi bangunan yang dapat ambruk.
“Awalnya belajar di selasar (teras), tapi karena kondisi bangunannya tidak dapat diprediksi dan takut juga (ambruk) jadi terpaksa lebih memilih belajar di tenda,” ungkap Teti Darwati.
Namun, keputusan tersebut juga menghadirkan tantangan baru. Keterbatasan ruang belajar membuat sebagian siswa, terutama dari kelas 3, kelas 4, dan kelas 6, harus belajar di bawah tenda terpal.