sumedangekspres – Tinjauan Proses Pembatalan Hasil Pilpres 2024 oleh Mahkamah Konstitusi.
Proses perselisihan terkait hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) kini menjadi fokus utama di Mahkamah Konstitusi, dengan batasan waktu penyelesaian selama 14 hari kerja.
Mahkamah Konstitusi menjadi wadah yang vital dalam menegaskan legitimasi dari jalannya Pilpres, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Konstitusi dan Undang-Undang Pemilu, khususnya ketika terdapat pihak yang mengajukan gugatan terhadap hasil Pemilu.
Dalam perkembangannya, proses ini telah mencakup beragam sengketa, termasuk yang berkaitan dengan proses pemilihan kepala daerah sebagaimana dalam beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu.
Baca Juga:Kontroversi Status Tersangka dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024: Perdebatan yang MemanaskanLink Streaming Sidang Sengketa Pilpres 2024: Kehadiran 4 Menteri di MK
Dasar kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal ini terletak pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D-VI/2008 tentang Pemilihan Gubernur Jawa Timur, yang menekankan pentingnya menjaga integritas seluruh tahapan pemilihan karena dampaknya yang signifikan terhadap hasil akhir.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidak membedakan antara rezim pemilihan nasional dan pemilihan kepala daerah, sehingga kedua rezim tersebut disatukan berdasarkan Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan landasan tersebut, Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutuskan hasil Pilpres yang diperoleh melalui pelanggaran yang melanggar prinsip-prinsip Pemilu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang yang berkaitan.
Implikasi dari kewenangan ini adalah bahwa Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan hasil Pilpres atau mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan kecurangan pemilu, dengan memerintahkan pemungutan suara ulang.
Selain berdasarkan praktik empiris, Mahkamah Konstitusi juga mengacu pada beberapa preferensi teoritis, salah satunya adalah prinsip Demokrasi Konstitusional. Prinsip ini menekankan pentingnya menjalankan demokrasi dengan menghormati nilai-nilai konstitusionalisme untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam konteks Pilpres, prinsip ini mendorong agar Pilpres dilakukan sesuai dengan asas-asas Pemilu yang diatur dalam konstitusi.
Selain itu, konsep Yudisialisasi Politik juga memberikan dasar bagi campur tangan Mahkamah Konstitusi dalam persoalan politik, termasuk Pemilu. Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi, serta pelindung hak-hak warga negara.
Baca Juga:Sikap Hormat Denny Sumargo terhadap Sandra Dewi dan KeluargaInfo Terbaru Kasus Korupsi PT Timah Harvey Moeis Suami Sandra Dewi: Tersangka, Kronologi, dan Dampaknya
Teori ini juga menegaskan bahwa peradilan memiliki peran penting dalam memperbaiki sistem politik dengan putusan yang memiliki legitimasi moral dan hukum untuk melindungi demokrasi.