sumedangekspres – Puluhan Warga Nahdlatul Ulama (NU) alias Nahdliyin alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan menolak pemberian izin atau konsesi kelola tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan
“Menolak kebijakan pemerintah memberikan izin kepada organisasi keagamaan untuk mengelola pertambangan seperti ekstraksi batubara karena akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga muruah sebagai institusi yang bermoral,” kata Koordinator warga NU alumni UGM, Heru Prasetia dalam konferensi pers secara daring, Minggu (9/6) malam.
Penolakan itu tertuang dalam delapan poin pernyataan sikap atas pemberian konsesi tambang yang diikuti 68 Nahdlyin alumni UGM. Mereka berasal dari kalangan aktivis, akademisi, pengajar pesantren, peneliti, budayawan, hingga pengusaha.
Baca Juga:Inilah Cara Memindahkan M-Banking BCA ke HP Baru Tanpa RibetOknum Petugas Dishub Jakarta yang Viral Pungli Sopir Pick-Up
Poin berikutnya, mereka meminta pemerintah membatalkan pemberian izin ini karena dirasa hanya akan menguntungkan segelintir elit ormas, sekaligus melemahkan fungsi kontrol pemerintah dari ormas itu sendiri hingga terkooptasi. Heru cs juga mendesak PBNU membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diajukan kepada pemerintah.
“Karena akan menjerumuskan NU pada kubangan dosa sosial dan ekologis,” lanjutnya.
Poin selanjutnya, PBNU didesak mendayagunakan potensi yang ada demi kemandirian ekonomi tanpa harus masuk dalam bisnis kotor tambang. Lalu, mendesak pemerintah untuk melakukan kebijakan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kehancuran tatanan sosial dan ekologi, serta konsisten dengan agenda transisi energi Net Zero Energy 2060, di antaranya dengan meninggalkan batubara.
“Menyerukan seluruh elemen masyarakat untuk berkonsolidasi dan terus berupaya membatalkan peraturan yang rawan menyebabkan kebangkrutan sosial dan ekologi,” bunyi poin terakhir.
Adapun latar belakang penolakan pemberian izin tambang yang turut dipaparkan dalam pernyataan sikap ini. Salah satunya, batubara yang dianggap sebagai sumber energi kotor yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim, menyebabkan banyak bencana di Indonesia.
Kata Heru cs, ekstraksi batubara di Indonesia, yang pada dasarnya hanya menyumbang sekitar 3 persen dari cadangan dunia, merupakan kejahatan. Ekstraksi disebut memperburuk kualitas sosial dan ekologi melalui perampasan tanah, penggusuran, deforestasi, polusi, dan lubang pasca tambang yang ditinggalkan.
“Lubang-lubang pasca tambang yang tidak direklamasi telah merenggut banyak korban di Kalimantan, Sumatera, Bangka, dan daerah lainnya,” tegasnya.