sumedangekspres, CIMANGGUNG – Banjir yang merendam empat desa di Kecamatan Cimanggung akibat luapan Sungai Cimande menjadi peringatan serius akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan lebih dari 2 ribu jiwa terdampak, peristiwa ini mengingatkan semua pihak, termasuk masyarakat, dan pemerintah agar lebih peduli terhadap kelestarian alam.
Ketua Yayasan Pustaka Buana Nusantara, Apansah, menegaskan kejadian ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Menurutnya, berbagai faktor, seperti penyempitan aliran sungai dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, menjadi penyebab utama.
“Kita harus melihat ini sebagai akumulasi dari banyak hal yang selama ini terabaikan. Lingkungan harus dikelola dengan bijak agar tidak berujung pada bencana,” ujar Apansah, Kamis (20/3).
Baca Juga:Lomba Toilet Sehat dan Bersih Tingkatkan Kualitas Pendidikan di SumedangTiga Pekerja Tewas, Disnaker Sumedang Diminta Bertindak Tegas
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menerapkan konsep pengelolaan lingkungan berbasis kearifan lokal, seperti metode Patanjala yang diwariskan leluhur Sunda. Apansah menjelaskan metode ini menempatkan alam sebagai bagian penting dari kehidupan yang harus dihormati dan dilestarikan.
“Sungai harus dibiarkan mengalir secara alami. Jika terlalu banyak campur tangan manusia tanpa keseimbangan, dampaknya bisa seperti yang kita lihat sekarang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Acara Mitigasi Bencana, Anton Rahardjo, menambahkan konsep Patanjala telah mendapat dukungan akademisi dari Universitas Padjadjaran, ITB, hingga Osaka Jepang.
“Ini bukan sekadar teori, tetapi sudah terbukti secara ilmiah. Jika diterapkan dengan baik, sungai bisa kembali ke fungsinya yang sebenarnya,” jelasnya.
Banjir di Cimanggung menjadi pengingat bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan semua pihak, baik masyarakat, dunia usaha, maupun pemerintah. Upaya konkret dalam menjaga keseimbangan ekosistem sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terus berulang di masa depan. (kos)