Proyek Drainase di Rancaekek Mangkrak, Warga Terpaksa Bangun Jembatan Darurat

Proyek Drainase di Rancaekek Mangkrak, Warga Terpaksa Bangun Jembatan Darurat
Kekecewaan warga pun semakin memuncak. Di lokasi proyek, terlihat beberapa spanduk berisi protes keras. Tulisan seperti ‘Proyek Mangkrak Normalisasi Selokan’, ‘Berani Bongkar, Berani Pasang.
0 Komentar

RANCAEKEK – Proyek normalisasi drainase yang dikerjakan di wilayah Desa Rancaekekwetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, menuai sorotan. Pasalnya, pekerjaan yang dimulai sejak awal Maret 2025 itu kini terbengkalai tanpa kejelasan, meninggalkan jejak pembongkaran dan keresahan di kalangan warga.

Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa proyek yang dicanangkan untuk menata ulang saluran air di sepanjang Jalan Raya Rancaekek-Majalaya tersebut, baru sampai pada tahap pembongkaran jembatan. Akses menuju toko, kios, bengkel, bahkan jalan masuk ke permukiman warga kini terganggu. Sejumlah warga pun terpaksa membuat jembatan darurat dari kayu agar aktivitas sehari-hari tetap bisa berjalan.

“Sudah cukup lama tidak ada aktivitas lagi. Warga banyak yang mengeluh,” ujar Didin Sahidin, Kepala Dusun 4 yang membawahi RW 09 dan RW 22, Rabu (11/6). Ia mengaku prihatin dengan kondisi ini, terutama karena proyek tersebut awalnya dijanjikan akan selesai sebelum Idulfitri 2025.

Baca Juga:Laporan Keuangan BUMDes Harus Akurat dan TransparanJelang Raker, Pemuda Muhammadiyah Sumedang Audiensi ke Wabup

Menurut Didin, proyek ini digarap oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung. Namun hingga pertengahan Juni, tidak ada kejelasan lanjutan pekerjaan. Pembongkaran yang dilakukan justru memperburuk akses warga.

“Yang dibongkar itu jembatan-jembatan kecil ke toko, kios, atau rumah warga. Tapi habis itu dibiarkan begitu saja. Padahal itu akses penting,” ujarnya.

Kekecewaan warga pun semakin memuncak. Di lokasi proyek, terlihat beberapa spanduk berisi protes keras. Tulisan seperti ‘Proyek Mangkrak Normalisasi Selokan’, ‘Berani Bongkar, Berani Pasang’, hingga ‘Katanya Membenahi, Malah Ngarurujit’ terpampang jelas sebagai bentuk jeritan warga yang merasa ditinggalkan.

Didin menambahkan, proyek ini bahkan tidak didahului dengan sosialisasi kepada masyarakat. Situasi pun mulai memanas, dan kondisi sosial menjadi kurang kondusif.

“Saya sampai mengundurkan diri sebagai Kepala Dusun karena merasa tidak mampu menangani keresahan warga. Tapi saya masih terus mencoba memperjuangkan agar proyek ini dilanjutkan dan diselesaikan,” tuturnya.

Warga berharap pihak pemerintah daerah segera turun tangan dan menyelesaikan proyek yang sempat memberi harapan, namun kini justru menjadi sumber persoalan. Normalisasi drainase yang seharusnya membawa manfaat, kini justru menghambat kehidupan warga sehari-hari. (kos)

0 Komentar