Sunyi Surat Warga, dan Bayang-bayang Birokrasi

Sunyi Surat Warga, dan Bayang-bayang Birokrasi
Seorang lansia tengah berjalan kaki memanggul tumbuhan melintasi menara BTS yang berdiri tegak di Dusun Lebakbitung, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. (Yanuar/Jabar Ekspres)
0 Komentar

PAMULIHAN – Sudah lebih dari dua minggu, secarik surat yang dikirim warga Dusun Lebakbitung, Desa Mekarbakti, Kecamatan Pamulihan, tak kunjung berbalas. Surat itu sederhana, namun isinya penting: permintaan kejelasan status sebuah menara Base Transceiver Station (BTS) yang berdiri di wilayah mereka.

Di atas kertas itu, tersimpan harapan akan jawaban dari Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir. Namun, hari demi hari berlalu, yang datang hanyalah sunyi.

“Respons Pemda itu penting dalam negara demokrasi,” ujar Ijang Sarifudin, kuasa warga yang mendampingi mereka. “Pelayanan publik adalah cerminan komitmen pemerintah untuk melayani rakyat. Tapi sering kali, hak-hak warga seolah terbentur tembok birokrasi yang tebal.”

Baca Juga:UNPAD Terima 11.375 Mahasiswa BaruHafidz Muda Berbagi Inspirasi di MA Plus Al Hikam

Bagi warga, ini bukan sekadar soal teknis. BTS tersebut—milik PT Tower Bersama Group, dibangun oleh PT eCompalindo—diduga belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), nama baru dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pihak perusahaan berdalih proses izin masih berjalan, namun pembangunan tak dihentikan. Tower setinggi puluhan meter itu kini telah berdiri tegak, dicat merah-putih, pondasinya kokoh, berpagar besi.

Ironisnya, langkah penegakan hukum datang terlambat. Satpol PP Sumedang baru menghentikan aktivitas setelah tower selesai dibangun. Warga pun menilai pengawasan lemah dan penindakan tidak tegas.

Dari sisi hukum, suara pakar juga ikut bersuara. Asep Sumaryana, dosen Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, menegaskan pemerintah wajib memberikan jawaban maksimal dalam jangka waktu yang diatur.

“Dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, pengaduan harus ditanggapi maksimal 10 hari. Kalau diabaikan, itu bisa memperkuat dugaan masyarakat,” katanya.

Lebih jauh, Asep mengingatkan bahwa sikap diam pemerintah bisa berakibat fatal. “Kalau diabaikan, bukan hanya warga merasa benar bahwa BTS itu ilegal. Yang berbahaya adalah jika muncul persepsi bahwa pemerintah bagian dari pelanggaran itu sendiri.”

Kini, di bawah menara BTS yang berdiri angkuh di Lebakbitung, bukan hanya sinyal yang terpancar. Ada rasa kecewa, pertanyaan yang belum terjawab, dan keyakinan warga bahwa suara mereka layak didengar.(kos)

0 Komentar