Pupuh Sunda: Sejarah, Aturan, dan Warisan Puisi Klasik

Pupuh Sunda: Sejarah, Aturan, dan Warisan Puisi Klasik
Pupuh Sunda: Sejarah, Aturan, dan Warisan Puisi Klasik - (Ilustrasi)
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES, KESENIAN – Pupuh adalah salah satu bentuk puisi tradisional Sunda yang paling terikat oleh aturan.

Berbeda dengan Sisindiran yang bersifat lebih bebas, Pupuh memadukan unsur sastra dan seni tembang (nyanyian), menjadikannya warisan budaya yang kaya dan kompleks.

Asal Usul dan Perkembangan Pupuh

Pupuh dalam sastra Sunda memiliki akar yang sangat tua dan terkait erat dengan tradisi sastra Jawa, yaitu Macapat.

1. Hubungan dengan Macapat Jawa

Baca Juga:Mengenal Lebih Dekat Tiga Jenis Sisindiran: Rarakitan, Paparikan, dan WawangsalanSisindiran: Warisan Sastra Lisan Sunda yang Tak Lekang oleh Waktu

Secara historis, Pupuh Sunda diperkirakan merupakan adopsi dan modifikasi dari Macapat Jawa.

Macapat adalah puisi terikat dari periode klasik Jawa yang berkembang di era Kesultanan Mataram.

  • Penyebaran: Pengaruh Macapat masuk ke wilayah Sunda, terutama Priangan, melalui penyebaran budaya dan sastra dari Jawa sejak abad ke-17 hingga 19.
  • Adaptasi Lokal: Ketika diadopsi oleh para sastrawan Sunda (khususnya di lingkungan keraton atau kaum menak/bangsawan), aturan Macapat disesuaikan dengan logat, melodi, dan tema yang khas Sunda, sehingga lahirlah Pupuh Sunda. Meskipun aturan dasarnya sama, melodi (lagu) dan gaya penyampaiannya (tembang) menjadi sangat khas Sunda.

2. Periode Puncak dan Fungsi

Pupuh mencapai masa keemasannya pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pada masa itu, Pupuh digunakan secara luas untuk:

  • Menulis Wawacan (Kidung/Epos): Karya sastra panjang yang menceritakan sejarah, legenda, atau ajaran moral ditulis menggunakan rangkaian Pupuh. Setiap bab atau bagian cerita sering berganti jenis Pupuh sesuai dengan suasana adegan.
  • Pendidikan Moral: Pupuh berfungsi sebagai media penyampaian ajaran agama, etika, dan tata krama karena watak (karakteristik) setiap Pupuh dapat disesuaikan dengan tema yang diajarkan.
  • Kesenian Tembang: Pupuh menjadi inti dari seni Tembang Sunda Cianjuran atau Mamaos, di mana syair-syair Pupuh dilantunkan dengan iringan kacapi indung (kecapi induk) dan suling.

Aturan dan Struktur Pupuh

Pupuh adalah puisi yang sangat terikat. Setiap jenis Pupuh memiliki patokan wajib yang harus dipatuhi. Patokan ini disebut Guru Lagu dan Guru Wilangan, serta memiliki Watek (watak/karakteristik) tertentu.

IstilahKeterangan
PadaBait atau strofa dalam Pupuh. Terdiri dari beberapa baris
PadalisanBaris atau larik di dalam satu bait (pada).
Guru WilanganJumlah suku kata (engang) yang terdapat pada setiap baris (padalisan)
Guru LaguBunyi vokal terakhir (sora panungtung) yang terdapat pada akhir setiap baris (padalisan)
WatekKarakteristik, sifat, suasana, atau tema yang terkandung dalam Pupuh tersebut. Setiap Pupuh memiliki watak yang berbeda (misalnya sedih, gembira, atau nasihat)
0 Komentar