Beban Ganda Kemiskinan di Jabar, Beras Mahal dan Upah Murah Jepit 3,65 Juta Warga

Beban Ganda Kemiskinan di Jabar, Beras Mahal dan Upah Murah Jepit 3,65 Juta Warga
Beban Ganda Kemiskinan di Jabar, Beras Mahal dan Upah Murah Jepit 3,65 Juta Warga (Ilustrasi)
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES – DI tengah gembar-gembor pertumbuhan ekonomi dan ekspansi kawasan industri, sebanyak 3,65 juta penduduk Jawa Barat masih hidup dalam kemiskinan. Fakta itu diungkap Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025.

Persentase penduduk miskin di Jawa Barat tercatat 7,02 persen. Meski menunjukkan tren penurunan, angka tersebut menegaskan bahwa jutaan warga masih terjebak pada keterbatasan penghasilan, terutama di sektor-sektor berupah rendah.

Garis kemiskinan di Jawa Barat pada Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp547.752 per kapita per bulan. Dengan batas itu, setiap penduduk yang pengeluarannya berada di bawah angka tersebut dikategorikan miskin.

Baca Juga:Kelurahan Situ Tingkatkan Kapasitas Ketua RW untuk Perkuat Kelembagaan KewilayahanRute Penerbangan Bandung–Semarang Resmi Dibuka, Dorong Konektivitas dan Ekonomi Jawa Barat

Ironisnya, BPS belum dapat menyajikan potret kemiskinan ekstrem di tingkat provinsi. Data kemiskinan ekstrem baru tersedia secara nasional, dengan acuan standar Bank Dunia—pengeluaran di bawah US$2,15 per hari (PPP 2017).

Secara nasional, pada Maret 2025 tercatat 0,85 persen penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan ekstrem atau setara 2,38 juta jiwa.

Tren kemiskinan Jawa Barat memang menurun sejak 2022. Dari 8,06 persen pada Maret 2022, turun menjadi 7,98 persen (September 2022), 7,62 persen (Maret 2023), 7,46 persen (Maret 2024), 7,08 persen (September 2024), hingga 7,02 persen pada Maret 2025.

Namun, penurunan persentase tersebut belum sepenuhnya berdampak signifikan pada jumlah penduduk miskin. Dalam setahun terakhir, jumlah penduduk miskin hanya berkurang sekitar 200 ribu jiwa, dari 3,85 juta orang pada 2024 menjadi 3,65 juta orang pada 2025.

BPS juga membeberkan fakta lain yang memukul daya beli masyarakat. Beras dan rokok kretek filter menjadi komoditas penyumbang terbesar garis kemiskinan, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Di perkotaan, beras menyumbang 22,03 persen, disusul rokok kretek filter 11,12 persen. Sementara dari sisi nonmakanan, pengeluaran terbesar berasal dari perumahan (9,74 persen) dan bensin (2,44 persen).

Persoalan kemiskinan di Jawa Barat tidak bersifat tunggal. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menilai, kemiskinan di wilayah Jawa Barat Selatan bersifat struktural dan menahun.

Baca Juga:Operasi Lilin Lodaya 2025, Polres Sumedang Jaga Ketat Tempat Keramaian NataruVideo Sederhana Berbuah Prestasi, KIM Darmaraja Raih Juara 2 KIM Award 2025

“Banyak warga bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, tetapi upahnya sangat rendah. Ada yang hanya di bawah Rp30 ribu per hari,” ujar KDM, Rabu (17/12).

Menurutnya, kondisi tersebut membuat masyarakat sulit keluar dari lingkar kemiskinan meski bekerja penuh. Upah rendah, status buruh, dan keterbatasan akses lahan menjadi masalah utama.

0 Komentar