Menara pengingat waktu para pekerja di jatinangor

Menara pengingat waktu para pekerja di jatinangor
Menara Loji yang usianya lebih dari 200 tahun masih berdiri kokoh hingga saat ini di lingkungan Kampus ITB, Jatinangor. (KEGGA KEGGYAN/SUMEKS)
0 Komentar

SUMEKS – Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang yang sekarang terkenal dengan Kawasan Pendidikan karena kehadiran sejumlah universitas besar seperti ITB, Unpad dan IPDN dulunya sempat terkenal dengan area perkebunannya.

Hingga saat ini, Jatinangor sendiri masih menjadi area pertanian. Adapun sisa sisa dari pertainan tersebut hingga saat ini ada yang masih berdiri, seperti Menara Loji.

Menara tersebut adalah salah satu bukti bawa Jatinangor dulunya merupakan area pertanian. Hingga saat ini menara loji masih berdiri kokoh di lingkungan kampus ITB.

Baca Juga:Mengaku Sudah Tak Punya Ijin, Sahrul Gunawan Perbanyak BelajarJalan Rusak Parah, Mobilitas Warga Terganggu

Munurut literlatur yang ada, dulunya area Jatinangor merupakan perkebunan Teh dan Karet milik perusahaan Cultuur Ondernemingen Van Maatschappij Baud, Milik Warga negara Jerman Baron Baud yang berdiri tahun 1841.

Fungsi dari menara tersebut adalah sebagai menara lonceng penanda waktu pekerja mulai bekerja, mulai mengumpulkan hasil sadapan karet dan waktu pulang kerja. Sayang lonceng di atas menara telah raib, sementara menaranya masih kokoh berdiri.

Pakar Arsitektur ITB Sugeng Triyadi mengatakan bangunan peninggalan Hindia Belanda di Indonesia rata-rata memiliki konstruksi bangunan yang sangat kuat dan awet.

Menara tersebut memakai struktur dengan model struktur dinding pemikul. Struktur itu digunakan agar beban bangunan disalurkan ke seluruh dinding bangunan untuk kemudian diteruskan ke bagian fondasi bangunan dan tanah.

“Makanya dinding dibuat tebal atau bangunan ini memiliki dimensi struktur yang relatif besar,” ujarnya.

Para arsitektur Belanda juga menggunakan batu kali dan batu bata merah yang diikat dengan campuran matrial pasir, kapur, batu bata merah yang dihaluskan dengan ditambah trass. Begitupun untuk plester dindingnya dengan menggunakan bahan martial yang sama.

“Bahan adukan itu berkontribusi pada kekuatan bangunan, sehingga Menara Loji bisa berdiri sampai sekarang,” tambah Sugeng

Baca Juga:Vaksinasi Trunamanggala Capai 70 PersenPembangunan Bendungan Di Cipasang, Harus Punya Manfaat Bagi Masyarakat

Sementara itu, lanjut Sugeng, model adukan seperti itu saat ini sudah jarang digunakan lantaran material yang dibutuhkan seperti bata merah yang dihaluskan dan kapur cukup sulit didapat.

“Kalau sekarang untuk bangunan di cari simplenya, karena sudah ada semen maka cukup pakai semen dan pasir saja, kalau dulu komposisinya sepert itu,” tuturnya. (kga)

0 Komentar