Mitos atau Fakta Dibalik Kata “Pamali” yang Sering Digunakan Masyarakat Sumedang

Mitos atau Fakta Dibalik Kata "Pamali" yang Sering Digunakan Masyarakat Sumedang
( Sindi Fartina SUMEDANGEKSPRES )
0 Komentar

sumedangekspres – Mitos atau fakta dibalik  kata pamali yang sering digunakan. Pamali sendiri sebagai salah satu
pribahasa dari budaya sunda kata pamali sudah menjadi salah satu dari ciri khas suku sunda itu sendiri.

Pamali yang digunakan oleh masyarakat sumedang dan  menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa sehari-hari. Pamali diawali dengan larangan melakukan sesuatu biasanya kata katanya akan diawali oleh kata “ulah” ‘jangan’, diikuti apa yang menjadi larangangannya, dan diakhiri peringatan yang diwakili oleh kata “matak” atau “bisi” ‘nanti’ atau ‘bisa jadi’.

Kata pamali sebagai peringatan dengan kata-kata yang terkesan tidak dapat dipercaya namun memiliki arti. Pada tahun 2020 Rima Rismaya, Susi Machdalena dua orang mahasiswi Pascasarjana Ilmu Linguistik dari Universitas Padjadjaran melakukan penelitian mengenai Makna dan Fungsi Pamali Seputar Makanan bagi Masyarakat
Kabupaten Sumedang.

Baca Juga:Kegiatan Weekend yang Bisa Kamu Lakukan di Luar RumahKegiatan Weekend yang Bisa Kamu Lakukan di Dalam Rumah

Pamali sudah mulai dilupakan terutama oleh kalangan anak muda hingga dewasa muda. Hal ini disebabkan
karena  tidak mempercayai pamali dan menganggapnya sebagai takhayul belaka.

Dalam kajian menyebutkan serta menjelaskan pamali yang digunakan

“Ulah dahar nu haseum-haseum sareupna, matak gering dipanyabaan”  yang berarti dalam bahasa Indonesia jangan makan makanan asam ketika matahari tenggelam, nanti bisa sakit di perantauan.

“Ulah dahar cékér hayam,matak goréng aksara!”‘ Dalam bahasa Indonesia yaitu jangan makan ceker ayam nanti jelek tulisannya. Namun  jika melihat jumlah ceker ayam hanya terdapat dua, maka ceker ayam ini akan dimakan oleh orang tua supaya anak-anak mereka tidak bertengkar memperebutkan makanan iniJuga, cakar ayam digunakan untuk mencari makan dengan cakarnya di tanah. Goresan ayam ini menciptakan goresan abstrak di lantai, yang kemudian dianalogikan dengan hasil ketika seseorang menulis di atas kertas. Peringatan matak goréng aksara atau ‘nanti jelektulisannya’ muncul karena anak yang jelek tulisannya cenderung menjadi bahan tertawaan teman-temannya.

“Ulah dahar bari sidéngdang,matak nyorang wiwirang!”‘Jangan makan sambil berselonjor, nanti akan
mengalami sesuatu yang memalukan. Pamali mengacu pada etika makanan. Makanlah di posisi yang tepat. Ada juga ketakutan bahwa duduk berselonjor akan melukai orang lain, misalnya seseorang mungkin tersandung kaki yang sebelumnya terentang saat berjalan. Jika itu terjadi, itu akan menyakitkan.

0 Komentar